Bila
bicara mengenai cita rasa lokal, itu artinya berbicara tentang budaya setempat.
Salah satu budaya yang menjadi ciri khas suatu wilayah bisa dilihat dari
makanannya, seperti di lingkungan saya tinggal sekarang Jakarta yang memiliki
budaya Betawi. Betawi merupakan sebutan untuk penduduk asli kota Jakarta dengan
sejarahnya yang mempengaruhi warisan kulinernya.
Saya
sendiri dikelilingi tetangga kiri kanan dan depan orang asli Betawi. Setiap
sore, kadang kami suka ngumpul atau sekedar bercakap-cakap di warung mpok De yang
suka jualan nasi uduk di pagi hari. Kami tidak menghabiskan waktu dengan
ngerumpiin orang atau tetangga lain, tapi banyak bercerita tentang kerjaan,
makanan dan yang paling sering itu adalah guyon-guyon yang sering keluar dari
mulut tetangga saya.
Yah,
seperti yang semua orang tau, masyarakat Betawi dengan gaya bicaranya yang khas
dan suka nyablak, juga sering mengeluarkan kalimat-kalimat pantun yang lucu.
Atau sekedar celetukan-celetukan lucu yang sering bikin saya ketawa ngakak.
Ngumpul bareng mereka bisa menghilangkan perasaan suntuk atau stress yang
kadang suka melanda. Dan dari hasil ngumpul-ngumpul di sore hari ini pula saya
mendapatkan cerita dari engkong Baba dan mpok De mengenai makanan-makanan khas Betawi.
Masyarakat
Betawi ternyata tidak hanya pintar
berbalas pantun namun mereka juga pintar
membuat aneka kuliner yang lezat dan menggoyang lidah. Tak heran jika makanan
khas Betawi digemari oleh banyak orang.
Dirunut dari sejarahnya, makanan
khas Betawi ini banyak dipengaruhi oleh budaya Cina, Eropa, dan Arab. Cita rasa
yang gurih dan sedap merupakan ciri khas
makanan Betawi. Sebenarnya Betawi memiliki banyak makanan khas yang lezat.
Namun, seiring pesatnya perkembangan kota Metropolitan Jakarta yang sekaligus
ibukota negara Indonesia ini, makanan khas Betawi sudah banyak yang langka
bahkan nyaris punah. Masyarakat Betawi
banyak yang mulai tergusur ke pinggiran ibukota. Oleh karena itu, penting
sekali untuk melestarikan warisan kuliner nenek moyang kita agar tidak hilang
di kemudian hari.
Beberapa
dari makanan khas Betawi ini mulai jarang kita jumpai. Tapi ketika kota Jakarta
sedang merayakan ulang tahunnya, kita bisa dengan mudah menemukan beberapa aneka
makanan dan minuman khas kota Jakarta pada event
yang diadakan oleh pemerintah kota Jakarta. Jika ada yang sedang berkunjung ke
Jakarta, jangan lewatkan kesempatan untuk berwisata kuliner dan mencicipi
makanan khas Betawi ini.
Makanan
khas Betawi yang mungkin sering kita dengar bahkan sering kita temui dalam keseharian
adalah Nasi Uduk, Nasi Ulam, Ketoprak, Soto Betawi, Karedok, Asinan dan Gado-Gado
Betawi. Kerak Telor yang hanya ada di tempat atau event tertentu dan ada juga Sayur Babanci yang kini mulai punah.
Selain
makanan diatas, makanan khas Betawi lainnya yang sudah berlangsung dari
generasi ke generasi adalah Gabus Pucung. Nah, untuk nama makanan yang satu
ditambah ‘Babanci’ saya baru denger nih. (*untuk Babanci akan saya ulas pada
tulisan berikutnya)
Sayur
Ikan Gabus Pucung merupakan salah satu makanan yang ada dalam tradisi ‘nyorog’ pada
masyarakat Betawi. “Nyorog itu adalah tradisi masyarakat kami berupa kewajiban
menghantarkan makanan kepada orangtua, atau menantu kepada mertua setiap menjelang
bulan puasa dan lebaran,” kata mpok De.
Sayur
ikan gabus pucung menjadi salah satu makanan yang diserahkan pada orang tua/ mertua.
Namun saat ini tradisi menghantar makanan tersebut sudah mulai banyak
ditinggalkan oleh masyarakat Betawi. Dulu menu sayur ikan gabus pucung ini juga
menjadi menu khusus pada perhelatan atau jamuan penting, dan menjadi penarik
selera. Dan saat ini Gabus Pucung masih sering disediakan pada acara kumpul
keluarga, atau menyambut tamu khusus dengan jumlah yang tidak terlalu besar.
Sayur
Gabus Pucung merupakan bahan ikan gabus yang dimasak dengan bumbu berbahan pucung
yang berkuah banyak. Pucung sendiri lebih kita kenal sebagai kluwek yang biasa
digunakan untuk memasak rawon.
Pembuatan
sayur Gabus Pucung menggunakan bumbu yang biasa kita gunakan saat memasak
makanan yaitu bawang merah, bawang putih, cabai merah, kunyit, jahe, asam jawa
ditambah dengan kluwek. Berikut resep komplitnya.
Bumbu halus:
12 btr bawang merah
8 btr bawang putih
3 cm kunyit, untuk
keluar wanginya, dibakar dulu
6 buah kluwek ambil
dagingnya, rendam air hangat
6 buah cabe merah
kriting
4 buah kemiri geprek
lalu shangrai
(Haluskan semua bumbu
di atas)
Untuk ikan :
1 kg ikan gabus ukuran
sedang, bersihkan sisiknya
3 sdt ketumbar,
shangrai
4 btr bawang putih
(haluskan)
½ sdt garam
2 buah jeruk nipis
(Lumurkan semua bumbu
pada ikan, lalu diamkan selama lebih kurang 1 jam)
Bahan:
Daun bawang, iris
serong
7 buah rawit merah,
belah dua menyerong
750 ml air
1sdt gula
Jeruk limau
4 buah sereh, geprek
3 cm lengkuas geprek
1 cm Jahe geprek
3 lembar daun salam
6 lembar daun jeruk,
robek- robek
2 buah tomat, potong
dadu
Cara membuat
1.
Goreng ikan yang telah direndam tadi,
sisihkan.
2.
Tumis bumbu halus dengan sedikit minyak
hingga harum.
3.
Masukkan sereh, lengkuas, daun salam dan
daun jeruk. Setelah hampir matang masukkan irisan tomat, masak hingga tomat
layu.
4.
Masukkan air, gula dan garam secukupnya,
biarkan mendidih.
5.
Masukkan ikan gabus yang telah di goring,
biarkan bumbunya meresap.
6.
Masukkan irisan cabai dan daun bawang.
7.
Hidangkan selagi hangat. Saat menyantap
jangan lupa beri perasan air jeruk limau atau jeruk sambal untuk menambah cita
rasa yangs segar.
Engkong
Baba bilang sih rasanya segar dan lezat. Saya sendiri belum pernah coba, namun
dalam bayangan saya sepertinya sama dengan rasa masakan rawon kali yah! J
1 comments