Ada Apa Dengan Cinta? Itu merupakan judul sebuah film yang sempat fenomenal dulu, eh mungkin sampai saat ini masih ya? Karena saya dengar bakal ada seri kedua dari film ini. Namun kabar ini sepertinya tenggelam dengan mengorbitnya kabar mengenai Gerhana Matahari Total (GMT) yang tak lama lagi bakal muncul.
Nah, ada apa dengan GMT? Dari ilmu yang pernah saya dapatkan sewaktu duduk di bangku Sekolah Dasar dulu, gerhana matahari terjadi pada saat posisi bulan berada tepat diantara matahari dan bumi, sehingga sinar matahari yang menyinari bumi tertutup oleh bulan. Untuk GMT, piringan matahari tertutup sepenuhnya oleh piringan bulan.
Kenapa piringan bulan bisa sama besar dengan piringan matahari? Bukankah matahari mempunyai piringan sekitar 400 kali lebih besar dari bulan? Hal ini terjadi karena jarak bulan yang lebih dekat dengan bumi, yaitu sekitar 384.400 kilometer, daripada jarak antara matahari dengan bumi, yaitu sekitar 149.680.000 kilometer. Sehingga piringan bulan terlihat sama besar dengan piringan matahari dari permukaan bumi.
Berdasarkan jatuhnya bayangan dan jarak antara bulan ke bumi saat peristiwa gerhana ini terjadi, maka ada 4 jenis gerhana matahari yang bisa terjadi, yaitu Gerhana Matahari Total, Gerhana Matahari Sebagian, Gerhana Matahari Cincin, dan Gerhana Matahari Hybrid.
Gerhana Matahari Total terjadi pada saat sinar matahari tertutup seluruhnya oleh bulan, sedangkan untuk Gerhana Matahari Sebagian, sinar matahari hanya tertutup sebagian oleh bulan.
Gerhana Matahari Cincin terjadi pada saat ukuran piringan bulan lebih kecil dari ukuran piringan matahari, sehingga pada pinggiran bulan nampak cahaya matahari berbentuk seperti cincin.
Untuk Gerhana Matahari Hybrid terjadi pada saat di satu wilayah terjadi Gerhana Matahari Total, sedangkan pada wilayah yang lain terjadi Gerhana Matahari Cincin.
Bicara mengenai Gerhana Matahari, saya jadi ingat sebuah cerita rakyat yang pernah saya baca waktu kecil dulu. Dalam buku tersebut diceritakan bahwa gerhana terjadi karena seorang raksasa bernama Rahu telah menelan matahari (Bathara Surya/ Dewa Matahari) dan bulan (Bathara Soma/ Dewa Bulan) karena kebenciannya pada kedua dewa tersebut.
Kebencian Rahu pada Dewa Matahari dan Dewa Bulan ini terjadi saat ia ketahuan oleh keduanya menyamar menjadi dewa, dengan maksud agar ia dapat meminum air keabadian yang hanya diperuntukkan bagi para dewa.
Dewa Wisnu yang menerima laporan dari kedua dewa tersebut buru-buru melemparkan senjatanya ke arah leher Rahu, bertepatan pada saat Rahu hendak meminum air keabadian. Senjata Dewa Wisnu langsung memotong leher Rahu, dan memisahkan badan dengan kepalanya.
Namun kepala Rahu yang terlanjur meminum air keabadian sudah menjadi abadi. Sedangkan tubuhnya mati dan jatuh ke bumi, lalu berubah menjadi lesung. Kepala tanpa tubuh tersebut kemudian melesat ke angkasa dan mengejar Dewa Matahari dan Dewa Bulan.
Saat Dewa Matahari dan Dewa Bulan tertangkap, Rahu akan memakannya. Dan saat itulah bumi menjadi gelap (gerhana). Masyarakat pun percaya dengan memukul-mukul lesung yang merupakan perubahan wujud dari tubuh Rahu akan membuat kepala Rahu pusing, dan kemudian akan memuntahkan kembali Dewa Matahari dan Dewa Bulan.
Kakak saya yang saat ini tinggal menetap di Palembang mengungkapkan hal yang sama tentang kisah tersebut. Bahwa di dusun tempat ia tinggal, masyarakat masih mempercayai cerita ini. Tiap terjadi gerhana, masyarakat akan langsung memukul-mukul kentongan atau batang pohon kelapa, berharap agar kampung mereka terhindar dari bencana.
Ini masih satu kisah yang berhubungan dengan Gerhana Matahari, banyak lagi cerita dan mitos lainnya. Bukan hanya di Indonesia saja, negara lain pun memiliki cerita rakyat dan mitosnya sendiri terkait dengan gerhana ini.
Saya juga ingat, waktu terjadi Gerhana Matahari Cincin saat kecil dulu, saya dilarang untuk melihat langsung ke arah matahari, karena dapat membahayakan mata. Benarkah?
Ternyata menurut hasil riset, menyaksikan langsung Gerhana Matahari Total dengan mata telanjang dapat merusak retina mata, karena cahaya yang sangat terang membanjiri retina di belakang bola mata.
Ketika mata menerima stimulasi cahaya matahari yang berlebihan, retina akan melepaskan luapan zat kimia komunikasi yang dapat merusak retina. Kerusakan ini terkadang tidak terasa menyakitkan, sehingga kita tidak menyadari apa yang telah terjadi pada mata kita.
Namun ini hanya berlaku di saat matahari perlahan tertutup bulan, di mana sinar matahari masih kelihatan. Ketika matahari sudah tertutup penuh oleh bulan, yaitu saat gerhana total sudah mencapai puncaknya (dan ini hanya untuk Gerhana Matahari Total), maka melihat korona atau mahkota matahari secara langsung tanpa penghalang tidak akan menyebabkan kerusakan pada mata. Dan setelah itu, saat matahari akan tersibak kembali, maka dianjurkan menggunakan pelindung mata kembali, agar retina mata tidak rusak.
Lalu apa istimewanya GMT ini? GMT merupakan sebuah fenomena alam yang sangat langka. Terjadinya juga tidak berlangsung lama, bisa sekitar 3 sampai 7 menit saja. Jika dapat menyaksikan langsung peristiwa langka ini, tentu menjadi sebuah kesempatan yang tidak boleh disia-siakan begitu saja.
Untuk saya sendiri, selain mengabadikannya dalam bentuk foto dan video, mengulas GMT ini di blog akan menjadi kepuasan tersendiri. Membagikan cerita dan foto-foto yang saya dapatkan langsung dari daerah yang akan dilalui oleh GMT, akan lebih memiliki nyawa dibandingkan menulis berdasarkan cerita orang atau berita-berita di berbagai media. Mudah-mudahan saya bisa menyaksikan langsung peristiwa istimewa ini. Amiin… *berdo’a yang kenceng
Oya, lanjut ke cerita GMT. Gerhana Matahari Total ini sebenarnya terjadi tiap 18 bulan sekali, namun tidak di lokasi yang sama. Untuk di lokasi yang sama di bumi, GMT hanya terjadi tiap 360 tahun sekali.
Nah dengar kabar, katanya beberapa wilayah di Indonesia bakal dilewati oleh GMT, yang diramalkan akan terjadi pada tanggal 9 Maret 2016 besok. Bisa dibayangkan tahun berapa lagi Indonesia bakal dilalui oleh GMT, sekitar 360 tahun lagi! Makanya GMT tahun ini tidak boleh sampai disia-siakan.
Wilayah di Indonesia yang akan dilewati GMT diantaranya adalah (sebagian area) Lubuk Linggau, Palembang, Toboali, Koba, Manggar, Tanjung Pandan, Palangkaraya, Balikpapan, Sampit, Palu, Poso, Ternate, Tidore, Sofifi, Jailolo, Kao, dan Maba. Daerah lain di Indonesia masih bisa menyaksikan gerhana, namun tentu saja tidak akan total seperti daerah yang dilalui GMT ini.
Peristiwa bersejarah ini tentu saja tidak akan dilewatkan oleh masyarakat kita. Bahkan wisatawan mancanegara pun datang berkunjung untuk menyaksikan, dan ikut mengabadikan peristiwa luar biasa ini. Semua wilayah yang akan dilewati GMT bakal ramai dengan wisatawan domestik dan mancanegara.
Hal ini pun disadari oleh pemerintah kita. Pemerintah memanfaatkan momen ini untuk menjaring wisatawan, baik turis maupun para peneliti yang bermaksud untuk meneliti GMT. Pemerintah daerah melakukan berbagai acara, seperti lomba foto, pentas seni, atraksi budaya, gelar kuliner, seminar pariwisata, dan banyak lagi yang lainnya, agar wisatawan yang datang berkunjung dapat menyaksikan GMT sambil menikmati keindahan, kekayaan alam dan budaya yang ada di daerah tersebut.
Saya pun jika diberi rezeki untuk berkunjung ke daerah yang bakal dilewati GMT, selain mengabadikan GMT nya sendiri, juga bakal manfaatkan kesempatan tersebut untuk menggali potensi yang ada di daerah tersebut, seperti budaya, keindahan alam, kuliner, dan lain-lain. Dan yang pasti saya akan berusaha agar tetap menjaga kebersihan dan kelestarian alam di daerah tersebut. Semoga wisatawan lain yang datang berkunjung juga dapat berperilaku seperti ini. Amiiin
Sumber referensi :
- http://news.detik.com/berita/3116542/begini-cara-aman-melihat-gerhana-matahari-total
- http://blog.detik.com/kabarblog/3744/dicari-20-laskar-gerhana-detikcom
- http://www.detik.com/gerhanamatahari2016
- http://news.detik.com/indeksfokus/1259/gerhana-matahari-total-di-indonesia/berita
- http://news.detik.com/indeksfokus/1259/gerhana-matahari-total-di-indonesia/berita
- http://news.detik.com/indeksfokus/1259/gerhana-matahari-total-di-indonesia/berita
0 comments