Sebagian orangtua mungkin ada
yang mengabaikan begitu saja masalah alergi yang terjadi pada anaknya, atau
mungkin malah sebaliknya, terlalu mencemaskan masalah alergi yang diderita oleh
si buah hati? Sebenarnya jika masalah alergi ini ditanggulangi sejak dini, sedikit
banyak alergi bisa diatasi atau paling tidak dicegah, sehingga tidak
menghambat tumbuh kembang si kecil.
Wah, apakah alergi dapat
mempengaruhi tumbuh kembang si kecil? Untuk mengetahui lengkapnya mengenai
alergi dan hubungannya dengan tumbuh kembang si kecil, sebaiknya kita mendapatkan
informasi yang akurat dari pakarnya yaa… J
Tepat pada hari Kamis, 24 Maret
2016 kemarin, PT. Sarihusada yang rutin berbagi informasi dan mengedukasi
masyarakat mengenai masalah kesehatan, gizi dan nutrisi lewat sebuah kegiatan yaitu
NutriTalk, menghadirkan dua orang ahli di bidang kesehatan khususnya tentang
alergi dan anak.
Sebelum acara di mulai, kita
dapat mengetahui beberapa informasi mengenai alergi di beberapa booth yang
tersedia di sana. Booth yang pertama memberikan saya informasi mengenai
pentingnya 1000 Hari Pertama Kehidupan. Masa di mana di mulainya kehidupan,
yaitu sejak dari awal kehamilan hingga anak berusia 2 tahun.
Selama 1000 Hari Pertama
Kehidupan ini, penting bagi seorang ibu untuk memperhatikan asupan nutrisi yang
dikonsumsinya, karena akan berpengaruh pada kesehatan bayi, baik dalam jangka
waktu yang pendek maupun dalam jangka waktu yang panjang.
Pemberian nutrisi yang tepat
selama 1000 Hari Pertama Kehidupan dapat mengurangi resiko anak terkena
penyakit tidak menular, seperti obesitas, stunting,
diabetes, alergi, dan penyakit jantung, sehingga anak dapat bertumbuh dan
berkembang secara optimal.
Sedikit berbeda dengan booth
lainnya, pada booth kedua, dilakukan sebuah tes mengenai riwayat alergi yang kita
miliki, dan seberapa besar persentase penyakit alergi tersebut akan beresiko
terkena pada si kecil.
Sedangkan pada booth yang ketiga,
saya mendapatkan penjelasan dari penjaga booth mengenai resiko alergi pada si
kecil. Bahwa menurut hasil riset, 1 dari 25 anak di Indonesia mengalami alergi
terhadap protein susu sapi. Dan 1 dari 12 anak memiliki risiko alergi terhadap
protein susu sapi.
Kita dapat mengetahui bahwa si
kecil ternyata alergi terhadap protein susu sapi dari gejala yang muncul,
seperti :
-
Gejala pada kulit.
Bentol merah dan gatal, bentol merah berisi cairan,
kulit kering dan gatal yang sering muncul.
-
Gejala pada saluran cerna.
Muntah, kolik, diare, BAB yang disertai darah (gejala
ini sering ditemui pada si kecil yang berusia kurang dari 1 tahun)
-
Gejala pada saluran pernafasan.
Bersin-bersin yang disertai gatal di hidung, hidung
tersumbat, ingus encer, batuk berulang, sesak nafas dan nafas berbunyi (seperti
gejala asma). Gejala ini jarang ditemui, dan biasanya terjadi pada anak usia di
atas 1 tahun.
dr. Rini |
Namun keterangan yang lebih lengkapnya saya dapatkan dari
DR. dr. Rini Sekartini, SpA(K), seorang Konsultan Tumbuh Kembang Anak RSCM
Jakarta, yang hadir sebagai narasumber pada acara NutriTalk. Dr. Rini menjelaskan
tentang bagaimana mengoptimalisasi pertumbuhan dan perkembangan terhadap anak yang
alergi.
Anak memiliki ciri khas, yaitu tumbuh dan berkembang.
Pertumbuhan dan perkembangan pada anak dapat dilihat dengan beberapa perubahan yang
terjadi pada anak, seperti perubahan proporsi tubuh, begitu pun perkembangan
pada otaknya. Jadi anak mempunyai ciri-ciri bertambah besar dan bertambah pula kepintarannya.
Terdapat 4 aspek penting pada perkembangan anak sehingga
perlu distimulasi, yaitu :
1.
Gross Motor.
Misalnya duduk, jalan, dan berlari
2.
Fine Motor and Vision.
Seperti gerakan jari jemari, menggenggam mainan, dan
mengambil benda yang kecil.
3.
Speech, language, and hearing.
Misalnya berbicara, mengerti apa yang diperintahkan,
memutar kepala ke arah asal suara, dan lain-lain.
4.
Social, emotional, and behavioural.
Seperti tersenyum, minum
menggunakan gelas, toilet-trained, dan lain sebagainya.
Lalu apa saja faktor yang berperan dalam tumbuh kembang si
kecil? Ternyata selain faktor genetik dan asupan nutrisi, faktor lingkungan
juga berpengaruh pada tumbuh kembang si kecil. Faktor lingkungan di sini
maksudnya adalah seperti pola pengasuhan pada anak, stimulasi yang diberikan,
pengaruh psikologis, kesehatan, serta imunisasi.
Agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, ada
beberapa kebutuhan dasar yang harus dipenuhi, yaitu :
1. Fisis biologis (nutrisi, imunisasi, kebersihan
badan dan lingkungan, pengobatan, oleh raga, dan bermain)
2.
Stimulasi (sensorik, motorik, emosi, kognitif,
mandiri, dan kepemimpinan)
3.
Kasih sayang (rasa aman dan nyaman, merasa
terlindungi, pola asuh yang demokratik)
Untuk menentukan pertumbuhan pada anak, kita bisa melakukan
perhitungan berkala terhadap berat badannya. Ada beberapa hal yang mempengaruhi
berat badan pada anak, seperti faktor genetik, asupan makanan,
penyakit, metabolisme hormon, dan aktivitas fisik.
Nah, salah satu penyakit yang mempengaruhi pertumbuhan anak
adalah alergi. Alergi adalah reaksi yang berbeda/ menyimpang dari normal
terhadap berbagai rangsangan/ zat dari luar tubuh. Pencetus alergi bisa
disebabkan dari makanan, debu, dan dari obat-obatan. Alergi merupakan salah
satu penyakit kronik, yaitu penyakit yang bersifat lama.
Salah satu pencetus alergi adalah dari makanan. Pemberian
makanan pada bayi awalnya dimulai dengan pemberian ASI Ekslusif, lalu dilanjutkan
dengan pemberian ASI ditambah dengan Makanan Pendamping ASI, dan selanjutnya
bayi sudah bisa diberikan makanan keluarga dengan nilai gizi yang seimbang,
yaitu 4 sehat 5 sempurna.
Salah satu protein yang dibutuhkan tubuh terdapat pada
susu. Namun ternyata ada anak yang alergi terhadap protein susu sapi. Anak yang
alergi terhadap susu sapi akhirnya tidak mengkonsumsi susu, sehingga dapat
berpengaruh pada tumbuh kembangnya.
Berikut faktor risiko alergi makanan yang menyebabkan
gangguan pertumbuhan :
-
Terlambat diagnosis.
-
Onset alergi muncul di usia dini.
-
Alergi
terhadap beberapa jenis makanan.
-
Alergi dalam tahapan aktif.
-
Persistent
intestinal inflammation (subclinical).
-
Eliminasi atau pantangan terhadap sebagian besar
makanan.
Faktor-faktor di atas berdampak
pada kesehatan anak alergi, yang menyebabkan anak tersebut menjadi anak yang
suka pilih-pilih makanan, yang sulit di suruh makan, suka muntah dan diare, sehingga
dapat mengurangi asupan protein yang dibutuhkan oleh tubuh anak tersebut. Hal
inilah yang kemudian yang menyebabkan terganggunya tumbuh kembang pada anak
alergi.
Alergi yang diderita si kecil
berdampak pada :
- Saluran pernafasan (asma, batuk, bersin, dan
sulit makan, sehingga dapat mengganggu pertumbuhannya)
- Gangguan tidur (sulit tidur, suka terbangun
malam, yang menyebabkan waktu tidurnya berkurang, sehingga dapat mengganggu
pertumbuhan perilakunya)
- Alergi lain (seperti urtikaria/ biduran,
dermatitis atopi, konjungvitis alergika, yang dapat menyebabkan gangguan dalam
beraktivitasnya, serta gangguan tidur)
Sehingga sebisa mungkin kita untuk mencegah alergi pada
bayi dan anak, daripada mengobatinya. Untuk itulah dilakukan intervensi nutrisi
pada anak, yaitu untuk pencegahan alergi. Intervensi nutrisi ini bertujuan
untuk mencegah reaksi alergi, seperti mencegah paparan allergen dan pemberian
nutrisi yang tepat agar tidak menimbulkan gejala alergi, untuk memastikan
pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal, serta untuk mengidentifikasi
dan menangani masalah gangguan gizi.
Anak yang alergi pada makanan, lebih sering mengalami
gangguan pertumbuhan yang berhubungan dengan gangguan asupan makanan. Bila
dilakukan intervensi nutrisi yang tepat, dan dipantau dengan baik, dapat
membantu anak alergi untuk bisa tumbuh dan berkembang dengan lebih optimal, dan
sama dengan anak yang tidak alergi lainnya.
DR. Budi |
Kemudian Prof. DR. Dr. Budi Setiabudiawan, SpA(K), MKes,
yang merupakan Konsultan Alergi Imunologi Anak menerangkan lebih lanjut
mengenai alergi, khususnya bagaimana cara pencegahan alergi pada anak.
Saat ini angka kejadian alergi meningkat, baik di negara
berkembang maupun di negara maju. Kejadian alergi di negara maju lebih tinggi angkanya
dibandingkan dengan negara berkembang, karena berhubungan dengan hygienic hypothesis.
Semakin tinggi tingkat kebersihannya, maka akan semakin tinggi pula tingkat
kejadian alerginya.
Menurut data dari WAO (World Allergy Organization),
penyakit alergi seperti asma, rhinitis allergy, alergi makanan, dan dermatitis atopic
terdapat pada sekitar 30% - 40% dari total populasi di seluruh dunia. Dan sekitar 1,9%
- 4,9% anak-anak di dunia alergi terhadap protein susu sapi.
Patut diketahui bahwa ada juga gejala-gejala yang sama
dengan alergi, namun gejala tersebut bukan masuk dari luar tubuh (non allergy).
Gejala ini banyak diderita oleh orang dewasa, dan jarang terkena pada
anak-anak. Contohnya alergi yang timbul akibat stress.
Jangan langsung mengultimatum bahwa anak terkena alergi,
hanya karena setelah makan makanan jenis tertentu, tiba-tiba si anak mengalami gatal.
Menurut DR. Budi, jarang seorang anak yang alergi makanan, lebih dari 3 jenis
makanan.
Alergi itu hanya mengenali anak-anak yang mempunyai bakat
alergi (atopik), yang diturunkan dari satu atau kedua orangtuanya. Dan penyakit
alergi ini ada kemungkinan tidak akan muncul jika tidak ada faktor lingkungan
yang mendukung. Jadi anak dengan bakat alergi (atopik) tidak akan muncul
alerginya jika kita bisa melakukan tindakan pencegahan terlebih dulu.
Orangtua tidak perlu cemas, karena timbulnya alergi pada
anak hanya akan muncul jika ada interaksi antara faktor genetik dengan faktor
lingkungan. Dan untuk mengetahui apakah seorang anak memiliki bakat alergi (atopik),
cukup dengan menanyakan riwayat penyakit alergi yang ada pada keluarganya.
Persentase risiko alergi pada si kecil berdasarkan riwayat alergi
pada keluarganya :
-
60% - 80% jika kedua orangtua memiliki riwayat
alergi dengan manifestasi yang sama
-
40% - 60% jika kedua orangtua memiliki riwayat
alergi yang sama
-
20% - 30% jika salah satu dari orangtua memiliki
riwayat alergi
-
25% - 30% jika saudara kandung memiliki riwayat
alergi
-
5% - 15% jika orangtua tidak memiliki riwayat alergi
Makanan yang biasanya sering
menimbulkan alergi adalah : telur, susu sapi, kacang-kacangan, seafood, dan
gandum. Dan diantara semuanya itu, susu sapi merupakan makanan yang paling
banyak menimbulkan alergi pada anak. Tidak hanya dari makanan, pencetus alergi
juga bisa terjadi karena debu (misalnya dari tungau) dan juga dari obat-obatan.
Jika seorang anak timbul penyakit alerginya, dan terdeteksi
secara dini, mendapat penanganan yang optimal, serta dilakukan pencegahan, maka
pertumbuhan dan perkembangan anak bisa ikut optimal pula. Sebaliknya, jika
seorang anak timbul penyakit alerginya, namun tidak terdeteksi secara dini atau
tidak ditangani dengan benar, maka dapat mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan seorang anak.
Bahkan jika anak dengan bakat alergi (atopik) yang kemudian
didukung oleh faktor lingkungan, lalu dibiarkan terus menerus dan tidak
ditanggulangi dengan baik, dapat berakibat bertambah parahnya tingkat alergi
pada anak, mulai dari alergi makanan, menjadi eksim, lalu menjadi asma, dan
kemudian meningkat lagi menjadi rhinitis allergic.
Jika orangtua mengetahui bahwa anaknya memiliki risiko
tinggi terkena alergi (dilihat dari riwayat alergi pada keluarga), maka orangtua
sedari awal yaitu sejak dimulainya masa kehamilan hingga bayinya lahir, sudah
bisa melakukan tindakan pencegahan.
Faktor lingkungan yang dapat menimbulkan munculnya alergi
adalah :
- Pajangan
asap rokok.
- Pengenalan
makanan padat secara dini sebelum usia 6 bulan.
- Pengenalan
makanan padat yang tertunda.
- Pemberian
susu formula sebelum anak berusia 6 bulan (berikan hanya ASI Eksklusif selama 6
bulan)
DR. Budi juga menekankan bahwa
seorang ibu hamil dan menyusui (selama ibu tidak memiliki alergi terhadap
makanan tertentu) bebas makan apa saja, seperti seafood, telur dan susu, walaupun diketahui bahwa anaknya memiliki
risiko bakat alergi (atopik), karena jika si ibu diet terhadap makanan
tersebut, maka akan berisiko kurang gizi dan protein pada kandungannya.
ASI merupakan susu yang terbaik
untuk pencegahan, karena pada ASI banyak terkandung zat untuk infeksi, anti peradangan,
dan mengandung allergen makanan dalam jumlah yang sedikit, sehingga dapat
menginduksi toleransi. Dan ini dapat merangsang anak untuk tidak alergi terhadap
makanan tertentu.
Jika karena alasan medis seorang
bayi tidak bisa mendapatkan ASI Eksklusif dan terpaksa menggunakan susu
formula, maka diperbolehkan asalkan susu dengan jenis formula hypo allergenic, dan bukan susu formula
standar yang biasa.
Susu yang aman dan efektif yang bisa
diberikan pada bayi jika terpaksa tidak bisa mendapatkan ASI adalah susu
formula hidrolisat parsial dan hidrolisat ekstensif sampai usia 4 – 6 bulan.
Pemberian susu formula hidrolisat mempunyai efek pencegahan terhadap penyakit
alergi, seperti dermatitis atopic atau eksim di kemudian hari.
Protein pada susu formula
hidrolisat sudah terhidrolisis, yaitu dengan menggunakan sebuah teknologi yang
memotong panjang rantai protein menjadi lebih pendek, dan memperkecil ukuran massa molekul protein,
sehingga protein menjadi lebih mudah dicerna dan diterima oleh bayi.
Jika pada bayi penyakit alerginya
belum muncul, maka gunakan susu formula hidrolisat parsial sebagai pencegahan. Sedangkan
jika penyakit alerginya sudah muncul, gunakan susu formula hidrolisat ekstensif
sebagai pengobatan.
Setelah ASI Eksklusif selama 6
bulan, maka pengenalan makanan padat dapat digunakan sebagai pencegahan
terhadap penyakit alergi. Tak ada pantangan makanan bagi anak selama belum
muncul penyakit alerginya. Pemberian makanan padat pun harus disesuaikan dengan
porsistensinya berdasarkan usia anak.
Padat sekali ilmu yang diberikan oleh kedua pakar di bidang
alergi pada anak ini. Saya jadi lebih mengetahui dampak apa yang menjadi risiko
jika anak terkena alergi, hal apa saja yang menyebabkan anak berisiko terkena
alergi, serta cara pencegahannya. Kita juga tidak boleh gegabah dalam mengambil
keputusan bahwa anak kita ternyata alergi terhadap sesuatu atau jenis makanan
tertentu tanpa memeriksakannya lebih dulu.
Sebagai langkah awal untuk mendeteksi secara dini dan untuk
mengetahui apakah seorang anak memiliki risiko alergi, dapat dihitung dengan cara
mengisi tabel riwayat alergi yang terdapat pada keluarga. Jika pada hasil akhir
dinilai bahwa anak memiliki risiko alergi yang sedang dan tinggi, sebaiknya
konsultasikan segera ke tenaga kesehatan agar dapat ditangani dengan baik dan
benar sehingga bisa dilakukan tindakan pencegahan sedini mungkin J
2 comments