Alergi, Penghambat Tumbuh Kembang Anak

By Dewi Sulistiawaty - Maret 30, 2016


Sebagian orangtua mungkin ada yang mengabaikan begitu saja masalah alergi yang terjadi pada anaknya, atau mungkin malah sebaliknya, terlalu mencemaskan masalah alergi yang diderita oleh si buah hati? Sebenarnya jika masalah alergi ini ditanggulangi sejak dini, sedikit banyak alergi bisa diatasi atau paling tidak dicegah, sehingga tidak menghambat tumbuh kembang si kecil.

Wah, apakah alergi dapat mempengaruhi tumbuh kembang si kecil? Untuk mengetahui lengkapnya mengenai alergi dan hubungannya dengan tumbuh kembang si kecil, sebaiknya kita mendapatkan informasi yang akurat dari pakarnya yaa… J

Tepat pada hari Kamis, 24 Maret 2016 kemarin, PT. Sarihusada yang rutin berbagi informasi dan mengedukasi masyarakat mengenai masalah kesehatan, gizi dan nutrisi lewat sebuah kegiatan yaitu NutriTalk, menghadirkan dua orang ahli di bidang kesehatan khususnya tentang alergi dan anak.


Sebelum acara di mulai, kita dapat mengetahui beberapa informasi mengenai alergi di beberapa booth yang tersedia di sana. Booth yang pertama memberikan saya informasi mengenai pentingnya 1000 Hari Pertama Kehidupan. Masa di mana di mulainya kehidupan, yaitu sejak dari awal kehamilan hingga anak berusia 2 tahun.


Selama 1000 Hari Pertama Kehidupan ini, penting bagi seorang ibu untuk memperhatikan asupan nutrisi yang dikonsumsinya, karena akan berpengaruh pada kesehatan bayi, baik dalam jangka waktu yang pendek maupun dalam jangka waktu yang panjang.

Pemberian nutrisi yang tepat selama 1000 Hari Pertama Kehidupan dapat mengurangi resiko anak terkena penyakit tidak menular, seperti obesitas, stunting, diabetes, alergi, dan penyakit jantung, sehingga anak dapat bertumbuh dan berkembang secara optimal.

Sedikit berbeda dengan booth lainnya, pada booth kedua, dilakukan sebuah tes mengenai riwayat alergi yang kita miliki, dan seberapa besar persentase penyakit alergi tersebut akan beresiko terkena pada si kecil.


Sedangkan pada booth yang ketiga, saya mendapatkan penjelasan dari penjaga booth mengenai resiko alergi pada si kecil. Bahwa menurut hasil riset, 1 dari 25 anak di Indonesia mengalami alergi terhadap protein susu sapi. Dan 1 dari 12 anak memiliki risiko alergi terhadap protein susu sapi.


Kita dapat mengetahui bahwa si kecil ternyata alergi terhadap protein susu sapi dari gejala yang muncul, seperti :
-       Gejala pada kulit.
Bentol merah dan gatal, bentol merah berisi cairan, kulit kering dan gatal yang sering muncul.
-       Gejala pada saluran cerna.
Muntah, kolik, diare, BAB yang disertai darah (gejala ini sering ditemui pada si kecil yang berusia kurang dari 1 tahun)
-       Gejala pada saluran pernafasan.
Bersin-bersin yang disertai gatal di hidung, hidung tersumbat, ingus encer, batuk berulang, sesak nafas dan nafas berbunyi (seperti gejala asma). Gejala ini jarang ditemui, dan biasanya terjadi pada anak usia di atas 1 tahun.

dr. Rini
Namun keterangan yang lebih lengkapnya saya dapatkan dari DR. dr. Rini Sekartini, SpA(K), seorang Konsultan Tumbuh Kembang Anak RSCM Jakarta, yang hadir sebagai narasumber pada acara NutriTalk. Dr. Rini menjelaskan tentang bagaimana mengoptimalisasi pertumbuhan dan perkembangan terhadap anak yang alergi.

Anak memiliki ciri khas, yaitu tumbuh dan berkembang. Pertumbuhan dan perkembangan pada anak dapat dilihat dengan beberapa perubahan yang terjadi pada anak, seperti perubahan proporsi tubuh, begitu pun perkembangan pada otaknya. Jadi anak mempunyai ciri-ciri bertambah besar dan bertambah pula kepintarannya.

Terdapat 4 aspek penting pada perkembangan anak sehingga perlu distimulasi, yaitu :
1.    Gross Motor.
Misalnya duduk, jalan, dan berlari
2.    Fine Motor and Vision.
Seperti gerakan jari jemari, menggenggam mainan, dan mengambil benda yang kecil.
3.    Speech, language, and hearing.
Misalnya berbicara, mengerti apa yang diperintahkan, memutar kepala ke arah asal suara, dan lain-lain.
4.    Social, emotional, and behavioural.
Seperti tersenyum, minum menggunakan gelas, toilet-trained, dan lain sebagainya.

Lalu apa saja faktor yang berperan dalam tumbuh kembang si kecil? Ternyata selain faktor genetik dan asupan nutrisi, faktor lingkungan juga berpengaruh pada tumbuh kembang si kecil. Faktor lingkungan di sini maksudnya adalah seperti pola pengasuhan pada anak, stimulasi yang diberikan, pengaruh psikologis, kesehatan, serta imunisasi.

Agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, ada beberapa kebutuhan dasar yang harus dipenuhi, yaitu :
1.  Fisis biologis (nutrisi, imunisasi, kebersihan badan dan lingkungan, pengobatan, oleh raga, dan bermain)
2.    Stimulasi (sensorik, motorik, emosi, kognitif, mandiri, dan kepemimpinan)
3.    Kasih sayang (rasa aman dan nyaman, merasa terlindungi, pola asuh yang demokratik)

Untuk menentukan pertumbuhan pada anak, kita bisa melakukan perhitungan berkala terhadap berat badannya. Ada beberapa hal yang mempengaruhi berat badan pada anak, seperti faktor genetik, asupan makanan, penyakit, metabolisme hormon, dan aktivitas fisik.

Nah, salah satu penyakit yang mempengaruhi pertumbuhan anak adalah alergi. Alergi adalah reaksi yang berbeda/ menyimpang dari normal terhadap berbagai rangsangan/ zat dari luar tubuh. Pencetus alergi bisa disebabkan dari makanan, debu, dan dari obat-obatan. Alergi merupakan salah satu penyakit kronik, yaitu penyakit yang bersifat lama.  


Salah satu pencetus alergi adalah dari makanan. Pemberian makanan pada bayi awalnya dimulai dengan pemberian ASI Ekslusif, lalu dilanjutkan dengan pemberian ASI ditambah dengan Makanan Pendamping ASI, dan selanjutnya bayi sudah bisa diberikan makanan keluarga dengan nilai gizi yang seimbang, yaitu 4 sehat 5 sempurna.

Salah satu protein yang dibutuhkan tubuh terdapat pada susu. Namun ternyata ada anak yang alergi terhadap protein susu sapi. Anak yang alergi terhadap susu sapi akhirnya tidak mengkonsumsi susu, sehingga dapat berpengaruh pada tumbuh kembangnya.

Berikut faktor risiko alergi makanan yang menyebabkan gangguan pertumbuhan :
-   Terlambat diagnosis.
-   Onset alergi muncul di usia dini.
-    Alergi terhadap beberapa jenis makanan.
-   Alergi dalam tahapan aktif.
-   Persistent intestinal inflammation (subclinical).
-   Eliminasi atau pantangan terhadap sebagian besar makanan.

Faktor-faktor di atas berdampak pada kesehatan anak alergi, yang menyebabkan anak tersebut menjadi anak yang suka pilih-pilih makanan, yang sulit di suruh makan, suka muntah dan diare, sehingga dapat mengurangi asupan protein yang dibutuhkan oleh tubuh anak tersebut. Hal inilah yang kemudian yang menyebabkan terganggunya tumbuh kembang pada anak alergi.

Alergi yang diderita si kecil berdampak pada :
- Saluran pernafasan (asma, batuk, bersin, dan sulit makan, sehingga dapat mengganggu pertumbuhannya)
- Gangguan tidur (sulit tidur, suka terbangun malam, yang menyebabkan waktu tidurnya berkurang, sehingga dapat mengganggu pertumbuhan perilakunya)
- Alergi lain (seperti urtikaria/ biduran, dermatitis atopi, konjungvitis alergika, yang dapat menyebabkan gangguan dalam beraktivitasnya, serta gangguan tidur)

Sehingga sebisa mungkin kita untuk mencegah alergi pada bayi dan anak, daripada mengobatinya. Untuk itulah dilakukan intervensi nutrisi pada anak, yaitu untuk pencegahan alergi. Intervensi nutrisi ini bertujuan untuk mencegah reaksi alergi, seperti mencegah paparan allergen dan pemberian nutrisi yang tepat agar tidak menimbulkan gejala alergi, untuk memastikan pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal, serta untuk mengidentifikasi dan menangani masalah gangguan gizi.

Anak yang alergi pada makanan, lebih sering mengalami gangguan pertumbuhan yang berhubungan dengan gangguan asupan makanan. Bila dilakukan intervensi nutrisi yang tepat, dan dipantau dengan baik, dapat membantu anak alergi untuk bisa tumbuh dan berkembang dengan lebih optimal, dan sama dengan anak yang tidak alergi lainnya.

DR. Budi
Kemudian Prof. DR. Dr. Budi Setiabudiawan, SpA(K), MKes, yang merupakan Konsultan Alergi Imunologi Anak menerangkan lebih lanjut mengenai alergi, khususnya bagaimana cara pencegahan alergi pada anak.

Saat ini angka kejadian alergi meningkat, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Kejadian alergi di negara maju lebih tinggi angkanya dibandingkan dengan negara berkembang, karena berhubungan dengan hygienic hypothesis. Semakin tinggi tingkat kebersihannya, maka akan semakin tinggi pula tingkat kejadian alerginya.

Menurut data dari WAO (World Allergy Organization), penyakit alergi seperti asma, rhinitis allergy, alergi makanan, dan dermatitis atopic terdapat pada sekitar 30% - 40% dari total populasi di seluruh dunia. Dan sekitar 1,9% - 4,9% anak-anak di dunia alergi terhadap protein susu sapi.

Patut diketahui bahwa ada juga gejala-gejala yang sama dengan alergi, namun gejala tersebut bukan masuk dari luar tubuh (non allergy). Gejala ini banyak diderita oleh orang dewasa, dan jarang terkena pada anak-anak. Contohnya alergi yang timbul akibat stress.

Jangan langsung mengultimatum bahwa anak terkena alergi, hanya karena setelah makan makanan jenis tertentu, tiba-tiba si anak mengalami gatal. Menurut DR. Budi, jarang seorang anak yang alergi makanan, lebih dari 3 jenis makanan.  

Alergi itu hanya mengenali anak-anak yang mempunyai bakat alergi (atopik), yang diturunkan dari satu atau kedua orangtuanya. Dan penyakit alergi ini ada kemungkinan tidak akan muncul jika tidak ada faktor lingkungan yang mendukung. Jadi anak dengan bakat alergi (atopik) tidak akan muncul alerginya jika kita bisa melakukan tindakan pencegahan terlebih dulu.

Orangtua tidak perlu cemas, karena timbulnya alergi pada anak hanya akan muncul jika ada interaksi antara faktor genetik dengan faktor lingkungan. Dan untuk mengetahui apakah seorang anak memiliki bakat alergi (atopik), cukup dengan menanyakan riwayat penyakit alergi yang ada pada keluarganya.

Persentase risiko alergi pada si kecil berdasarkan riwayat alergi pada keluarganya :
-   60% - 80% jika kedua orangtua memiliki riwayat alergi dengan manifestasi yang sama
-   40% - 60% jika kedua orangtua memiliki riwayat alergi yang sama
-   20% - 30% jika salah satu dari orangtua memiliki riwayat alergi
-   25% - 30% jika saudara kandung memiliki riwayat alergi
-   5% - 15%   jika orangtua tidak memiliki riwayat alergi

Makanan yang biasanya sering menimbulkan alergi adalah : telur, susu sapi, kacang-kacangan, seafood, dan gandum. Dan diantara semuanya itu, susu sapi merupakan makanan yang paling banyak menimbulkan alergi pada anak. Tidak hanya dari makanan, pencetus alergi juga bisa terjadi karena debu (misalnya dari tungau) dan juga dari obat-obatan.

Jika seorang anak timbul penyakit alerginya, dan terdeteksi secara dini, mendapat penanganan yang optimal, serta dilakukan pencegahan, maka pertumbuhan dan perkembangan anak bisa ikut optimal pula. Sebaliknya, jika seorang anak timbul penyakit alerginya, namun tidak terdeteksi secara dini atau tidak ditangani dengan benar, maka dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan seorang anak.


Bahkan jika anak dengan bakat alergi (atopik) yang kemudian didukung oleh faktor lingkungan, lalu dibiarkan terus menerus dan tidak ditanggulangi dengan baik, dapat berakibat bertambah parahnya tingkat alergi pada anak, mulai dari alergi makanan, menjadi eksim, lalu menjadi asma, dan kemudian meningkat lagi menjadi rhinitis allergic.

Jika orangtua mengetahui bahwa anaknya memiliki risiko tinggi terkena alergi (dilihat dari riwayat alergi pada keluarga), maka orangtua sedari awal yaitu sejak dimulainya masa kehamilan hingga bayinya lahir, sudah bisa melakukan tindakan pencegahan.

Faktor lingkungan yang dapat menimbulkan munculnya alergi adalah :
-  Pajangan asap rokok.
-  Pengenalan makanan padat secara dini sebelum usia 6 bulan.
-  Pengenalan makanan padat yang tertunda.
-  Pemberian susu formula sebelum anak berusia 6 bulan (berikan hanya ASI Eksklusif selama 6 bulan)

DR. Budi juga menekankan bahwa seorang ibu hamil dan menyusui (selama ibu tidak memiliki alergi terhadap makanan tertentu) bebas makan apa saja, seperti seafood, telur dan susu, walaupun diketahui bahwa anaknya memiliki risiko bakat alergi (atopik), karena jika si ibu diet terhadap makanan tersebut, maka akan berisiko kurang gizi dan protein pada kandungannya.

ASI merupakan susu yang terbaik untuk pencegahan, karena pada ASI banyak terkandung zat untuk infeksi, anti peradangan, dan mengandung allergen makanan dalam jumlah yang sedikit, sehingga dapat menginduksi toleransi. Dan ini dapat merangsang anak untuk tidak alergi terhadap makanan tertentu.

Jika karena alasan medis seorang bayi tidak bisa mendapatkan ASI Eksklusif dan terpaksa menggunakan susu formula, maka diperbolehkan asalkan susu dengan jenis formula hypo allergenic, dan bukan susu formula standar yang biasa.

Susu yang aman dan efektif yang bisa diberikan pada bayi jika terpaksa tidak bisa mendapatkan ASI adalah susu formula hidrolisat parsial dan hidrolisat ekstensif sampai usia 4 – 6 bulan. Pemberian susu formula hidrolisat mempunyai efek pencegahan terhadap penyakit alergi, seperti dermatitis atopic atau eksim di kemudian hari.


Protein pada susu formula hidrolisat sudah terhidrolisis, yaitu dengan menggunakan sebuah teknologi yang memotong panjang rantai protein menjadi lebih pendek,  dan memperkecil ukuran massa molekul protein, sehingga protein menjadi lebih mudah dicerna dan diterima oleh bayi.

Jika pada bayi penyakit alerginya belum muncul, maka gunakan susu formula hidrolisat parsial sebagai pencegahan. Sedangkan jika penyakit alerginya sudah muncul, gunakan susu formula hidrolisat ekstensif sebagai pengobatan.

Setelah ASI Eksklusif selama 6 bulan, maka pengenalan makanan padat dapat digunakan sebagai pencegahan terhadap penyakit alergi. Tak ada pantangan makanan bagi anak selama belum muncul penyakit alerginya. Pemberian makanan padat pun harus disesuaikan dengan porsistensinya berdasarkan usia anak.  

Padat sekali ilmu yang diberikan oleh kedua pakar di bidang alergi pada anak ini. Saya jadi lebih mengetahui dampak apa yang menjadi risiko jika anak terkena alergi, hal apa saja yang menyebabkan anak berisiko terkena alergi, serta cara pencegahannya. Kita juga tidak boleh gegabah dalam mengambil keputusan bahwa anak kita ternyata alergi terhadap sesuatu atau jenis makanan tertentu tanpa memeriksakannya lebih dulu.

Sebagai langkah awal untuk mendeteksi secara dini dan untuk mengetahui apakah seorang anak memiliki risiko alergi, dapat dihitung dengan cara mengisi tabel riwayat alergi yang terdapat pada keluarga. Jika pada hasil akhir dinilai bahwa anak memiliki risiko alergi yang sedang dan tinggi, sebaiknya konsultasikan segera ke tenaga kesehatan agar dapat ditangani dengan baik dan benar sehingga bisa dilakukan tindakan pencegahan sedini mungkin J


  • Share:

You Might Also Like

2 comments