Aku tidak
tau harus mulai dari mana untuk menceritakan kisah ini. Kisah yang sudah begitu
lama aku alami, kurang lebih 20 tahun yang lalu. Kisah yang membuat hidupku berubah
secara fisik, bahkan mungkin mental, dulu.
Sepertinya aku harus menceritakan kisah ku ini, mulai pada saat aku menamatkan pendidikan sekolah
atasku di salah satu sekolah negeri di daerah asalku yaitu Kota Padang, tempat dimana
semuanya terjadi.
Setamat
SMA aku mengikuti UMPTN atau Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri, sama seperti
teman-temanku yang lain. Aku memilih jurusan sesuai keinginan Mama ku, yang ingin
sekali salah satu dari anak-anaknya menjadi seorang dokter.
Sebenarnya
aku tau benar bagaimana kemampuan otakku, dan ini bisa dilihat dari nilai
rata-rata yang selama ini kuperoleh saat masih duduk di bangku sekolah.
Walaupun aku bisa masuk ke SMA favorit di kota ku, namun nilaiku terbilang biasa-biasa
saja.
Namun
demi menyenangkan hati orangtua, plus
berharap mungkin saja Tuhan memang memberikan izin-Nya untuk aku agar bisa
lolos, aku pun mengikuti keinginan orangtuaku. Dua pilihan yang kumiliki,
kudaftarkan semua untuk jurusan kedokteran di dua perguruan tinggi yang
berbeda.
Bukannya
aku pesimis atau kurang berdoa, namun ternyata memang aku tidak berjodoh untuk
menjadi seorang dokter. Tak satupun dari dua pilihanku yang lolos. Aku sedikit
kecewa, tapi bisa dibayangkan bagaimana sedihnya orangtuaku.
Mama
berniat memasukan aku ke salah satu perguruan tinggi swasta dengan jurusan yang
sama. Namun papa yang dari awal sebenarnya tidak begitu memaksakan anak-anaknya
untuk mengambil jurusan apa, akhirnya menasehati mama. Menurut papa sebaiknya
anak-anak belajar sesuai dengan minatnya masing-masing, dan jangan terlalu memaksakan
keinginan mereka sebagai orangtua.
Akhirnya
mama pasrah dan menuruti nasehat papa. Aku sebenarnya memang tidak begitu berminat
di bidang kedokteran. Tapi karena aku anak yang patuh dan ingin menyenangkan
mama, makanya aku mengikuti keinginan beliau.
Aku
pun memutuskan untuk mengikuti UMPTN di tahun berikutnya. Dan waktu setahun
yang kosong, ingin aku isi dengan bekerja. Sudah lama aku ingin mencoba
menghasilkan uang sendiri, pasti senang rasanya bisa memiliki uang dari hasil
keringat sendiri.
Orangtuaku
juga mengizinkan, dengan syarat aku bekerja dengan saudara Papa, yaitu Om Anez.
Om Anez merupakan sepupu jauh Papa, tapi kami sering bersilaturrahmi. Menurut Mama,
mungkin anaknya ini bakal aman kalau bekerja dengan keluarga sendiri.
Akhirnya
pengalaman pertama ku bekerja pun di mulai. Aku bekerja di salah Toko Tekstil milik
Om Anez sebagai kasir. Aku harus
berangkat pagi karena toko di buka sekitar pukul 8, dan pulang malam sekitar
pukul 8.
Sebenarnya
toko sudah tutup sekitar pukul setengah 7, namun para karyawan harus membereskan
kain-kain yang bertebaran, sementara aku harus merapikan dan menghitung semua uang
pemasukan dan pengeluaran hari itu. Aku dan karyawan juga harus menunggu Om
Anez datang, baru bisa mengunci toko. Om Anez memiliki toko cabang di
mana-mana, bahkan sampai di luar kota.
Saking
senangnya bisa bekerja, apalagi saat sudah menerima gaji pertama, aku terkadang
sampai melupakan masalah kesehatanku. Pagi terkadang sarapan, kadang cuma minum
susu saja. Makan siang sering telat, padahal teman-teman sekerja sering mengingatkanku
agar jangan lupa makan siang. Malam pun sepulang kerja, aku masih saja suka sibuk
beberes kamar dan hal lainnya. Teguran dari Mama agar aku langsung istirahat pun
suka aku abaikan.
Memasuki
bulan ketiga bekerja, berat badanku mulai berkurang. Namun aku merasa hepi-hepi
saja. Cuma aku memang selalu merasa kedinginan sehabis ambil wudhu' atau dari toilet,
pokoknya bila terkena air. Namun karena cuma sebentar saja dinginnya, jadi aku
abaikan, padahal ini sudah merupakan pertanda bahwa daya tubuhku mulai menurun.
Memasuki
bulan keempat, badanku mulai terasa cepat lelah. Bangun pagi juga terasa berat.
Hingga suatu pagi, ketika Mama membangunkanku untuk berangkat kerja, kepala ku
terasa pusing. Badanku rasanya juga panas.
Mama
yang melihat kondisi ku langsung menyuruhku untuk istirahat, dan mengabarkan ke
toko bahwa aku tidak bisa masuk karena demam. Mama mengompres kepala ku dengan
handuk basah.
Malamnya
mama mengantarkan ku ke dokter. Dokter mengatakan sakit ku ini disebabkan karena
aku kecapean, dan harus istirahat. Aku pun diberi obat penurun panas. Malam itu
aku tidur dengan keringat yang membanjiri pakaianku. Mama bilang, itu pertanda
bagus, berarti panasnya mulai keluar.
Keesokan
paginya ketika terbangun, suhu tubuhku sudah normal, walaupun aku merasa masih belum
begitu fit. Aku pun memaksakan diri
untuk masuk kerja dan mengabaikan nasehat dokter, karena merasa tidak enak kalau absen kelamaan.
Untunglah
selama kerja, tubuhku tidak apa-apa. Namun ketika tengah malam, tiba-tiba
tubuhku menggigil kedinginan. Mama langsung khawatir, dan menyelimuti ku dengan
selimut tebal. Walaupun diselimuti dengan selimut tebal, tubuh ku tetap merasa
kedinginan, rasa dinginnya sampai ke tulang.
Keesokan
harinya aku izin lagi tidak masuk kerja. Aku berobat lagi ke dokter. Namun
dokter tetap mengatakan bahwa aku sakit karena kecapean. Dokter meminta aku
untuk menghabiskan dulu obat yang diberikannya kemarin.
Obat
abis, namun kondisi tubuhku tetap tidak berubah. Terkadang menggigil
kedinginan, terkadang panas. Selera makan ku pun mulai berkurang. Tiga hari aku
tidak masuk, Om Anez serta teman kerja pun datang membezukku.
Mama
menyampaikan pengunduran diriku bekerja di toko, sekaligus minta maaf pada Om Anez
karena ternyata aku cuma sanggup bekerja selama 3 bulan saja. Om pun memaklumi,
dan mendoakan agar aku cepat sembuh, dengan harapan agar aku jangan sampai
mengundurkan diri.
Salah
seorang teman kerja menceritakan bahwa dulu ia juga pernah mengalami sakit seperti
aku. Dan ia didiagnosa terkena typhus. Gejalanya sama seperti yang kuderita,
terkadang menggigil, padahal suhu tubuhku panas.
Temanku
menyarankan agar aku berobat pada seorang mantri yang tinggal di Pondok Cina,
tempat ia pernah berobat dulu. Mantri
ini sudah lama praktek di rumahnya, dan obat yang diberikannya juga berupa obat
herbal dalam kemasan kapsul.
Yang
namanya ingin cepat sembuh, akhirnya aku diantar Mama pergi berobat ke mantri
tersebut. Di sana aku memang didiagnosa typhus. Aku diberikan beberapa ramuan
herbal hasil racikannya sendiri. Ongkos berobatnya juga ala kadarnya saja, terserah
kita. Karena Bapak Mantri yang sudah pensiun kerja ini benar-benar berniat
untuk menolong orang saja, katanya.
Mama
tidak begitu saja memasrahkan diri pada obat-obat yang ada. Selain itu Mama
juga melakukan konsultasi kesehatan, serta rajin mencokok aku dengan cincau,
yang katanya bagus dikonsumsi bagi mereka yang terkena typhus. Apa saja obat
tradisional yang disarankan teman atau tetangga untuk bisa mengatasi typhus
dicoba oleh Mama.
Aku
saja sudah pasrah dengan kondisi tubuh ku yang tinggal kulit pembalut tulang
ini. Namun wajah Mama yang terlihat sedih saat aku tidak mau makan waktu
disuapi, ditambah dengan perjuangan Mama ke sana ke mari mencari obat untukku,
membuatku menjadi semangat untuk bisa sembuh.
Memasuki
bulan kelima nafsu makan ku mulai berangsur pulih. Mama terlihat senang, apapun
makanan yang kuminta langsung dibikin sama Mama, yang penting aku makan.
Seperti yang banyak dikatakan orang, jika nafsu makan sudah ada berarti kita
sudah berangsur sehat. Bagaimana tidak, jika makan sudah kuat, badanpun akan
kuat melawan penyakit yang ada dalam tubuh.
Soal
nafsu makan ini, ternyata tidak hilang begitu saja walaupun aku sudah sembuh
dari typhus. Makan ku lahap terus, ingin ini dan itu. Hingga bulan keenam berat
badan ku sudah di atas normal. Mama girang melihat tubuhku menjadi gemuk, sedangkan
aku hanya manyun saja karena tidak ada lagi pakaianku yang muat kupakai.
Mama
tidak membolehkan aku untuk bekerja lagi. Beliau memintaku untuk mengikuti les
saja, aku pun menuruti kehendak beliau. Pengalaman ini menjadi pelajaran bagiku
untuk ke depannya, agar lebih bisa mengontrol diri dan mengatur waktu dengan
bijak, dengan tidak menyepelekan masalah kesehatan.
Pencegahan
penyakit ini sebenarnya bisa saja aku hindari jika aku tidak telat makan,
menjaga daya tahan tubuh dengan istirahat yang cukup, serta menjaga kebersihan baik
kebersihan makanan, tubuh dan lingkungan.
Terima
kasih kuucapkan yang sebesar-besarnya buat Mama yang telah merawat aku sedari
aku kecil hingga aku tumbuh dewasa, bahkan hingga kini. Yang telah merawat aku
sepenuh hati ketika aku sakit hingga aku sembuh. Semoga Mama selalu diberi
kesehatan oleh Yang Kuasa. Dan aku berdoa semoga aku bisa menjadi seperti
dirimu Mama.
1 comments
dari pencegahan jadinya penyakit gak mau mampir lagi ya. yg mampir aku aja deh ke sini :)
BalasHapus