Dukungan BCA untuk Konservasi Penyu dan Alat Operasi Katarak

By Dewi Sulistiawaty - Desember 22, 2016

Buta katarak di negara dengan iklim tropis seperti Indonesia, menjadi salah satu penyumbang dan penyebab terjadinya kebutaan pada penderita buta katarak. Bahkan menurut data dari Badan Litbangkes  Depkes RI, katarak menjadi penyumbang terbesar terhadap kebutaan, diantara penyebab kebutaan lainnya. Padahal kalau dilihat, pengobatan terhadap penyakit katarak ini sangatlah simpel dan mudah dilakukan dibandingkan penyakit mata lainnya. Yang penting adanya peralatan, serta tenaga ahli yang berdedikasi penuh untuk memberikan layanan yang terbaik bagi masyarakat, maka gangguan katarak dapat dengan mudah diatasi.

Mungkin karena anggapan mudah disembuhkan inilah, beberapa orang tidak terlalu memandang serius penyakit buta katarak. Padahal jika sudah terjadi kebutaan pada penderita katarak, maka bisa dikatakan bahwa hidupnya tidak akan dapat berjalan seperti biasa lagi, akan membutuhkan orang lain, bahkan bisa menjadi beban bagi keluarganya. Jadi kalau penderita katarak bisa mendapatkan kesembuhan dengan usaha sosial, seperti yang dilakukan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami), tentu ini akan sangat berarti sekali bagi kesembuhan mereka.

Bpk. Ari
“Angka kebutaan yang kita miliki saat ini adalah sekitar 2,5% dari total populasi penduduk di Indonesia. Dan dari angka kebutaan tersebut, 50% penyebabnya adalah karena katarak. Untunglah untuk yang katarak ini adalah suatu kebutaan yang bisa direhabilitasi. Bisa ditangani dan bisa dikembalikan fungsi lensa matanya, yaitu melalui operasi,” jelas Bapak Ari Djatikusumo selaku Wakil Ketua SPBK Perdami.

Namun dengan keterbatasan alat, karena mahalnya biaya untuk membeli peralatan tersebut, membuat Perdami merasa kurang optimal dalam malayani mereka yang menderita buta katarak. Untuk itulah, bantuan yang diberikan oleh BCA melalui Program Bakti BCA sangat berarti bagi Perdami agar dapat memberikan layanan bagi penderita katarak untuk bisa sembuh.

Yup, sebagai bentuk dukungan dan partisipasi dalam menanggulangi penyakit buta katarak ini, BCA dengan Program Bakti BCA nya memberikan donasi senilai 500 juta rupiah pada Perdami, untuk membeli dua buah mikroskop, yang merupakan salah satu alat untuk melakukan operasi katarak. Penyerahan donasi secara simbolis dilakukan di Menara BCA pada hari Senin, 19 Desember 2016 kemarin.

Bapak Ari mengungkapkan rasa terima kasihnya pada BCA dalam komitmennya untuk tetap bekerjasama dengan Perdami. Menurut Bapak Ari, angka kebutaan di Indonesia tergolong tertinggi baik di Asia, maupun di dunia. Dan banyak faktor yang menyebabkan angka tersebut tergolong tinggi. Salah satunya adalah kurangnya tenaga SDM, yaitu dokter spesialis mata, dimana jumlah rasionya belum sesuai jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia.

Tenaga SDM atau dokter spesialis mata ini pun tersebarnya tidak merata, masih banyak di daerah Jawa dan kota-kota besar lainnya. Tenaga SDM yang belum menjangkau ke pelosok-pelosok negeri ini menyebabkan masih banyaknya penderita buta katarak yang belum mendapatkan layanan yang sesuai.

Bpk. Jahja
Bapak Jahja Setiaatmadja, Presiden Direktur BCA kemudian menjelaskan bahwa peran media juga sangat penting di sini, karena dari berita yang disebarkan oleh media lah, pesan yang ingin diberikan pada masyarakat dan juga institusi lainnya bisa disampaikan. Sehingga diharapkan institusi lain tersebut, dalam kegiatan CSR mereka juga meminat pada aktivitas, seperti Perdami dan juga WWF. Jadi selain membayar pajak pada pemerintah, mereka juga dapat memberikan kontribusi sosial lainnya.
 
Selain memberikan donasi pada Perdami. BCA sekaligus memberikan bantuan berupa donasi senilai 445 juta rupiah untuk konservasi penyu. Penyerahan donasi diberikan secara simbolis pada World Wildlife Fun (WWF) bersamaan dengan penyerahan donasi pada Perdami. WWF berencana akan menggunakan donasi ini untuk mendanai program konservasi penyu di wilayah Pangumbahan, Ujung Genteng di Sukabumi, dan Aroen Meubanja di Aceh.

Penyerahan donasi secara simbolis dari BCA kepada Perdami dan WWF Indonesia
“Dengan pemberian donasi ini, baik pada Perdami maupun pada WWF, dengan proyek yang akan mereka laksanakan, diharapkan  bisa dimanfaatkan secara maksimal. Sebelumnya kita juga sudah pernah membelikan 13 alat biometri, dan juga mikroskop. Sudah sejak tahun 2001 ya kita adakan kerjasama dengan Perdami,” ujar Bapak Jahja.

Namun bagaimanapun juga Bapak Jahja berharap bukan hanya mereka saja yang peduli akan hal ini. Bapak Jahja ingin masalah ini bisa didengar oleh teman-teman bisnis lainnya. Untuk itu BCA akan membantu Perdami, WWF, serta organisasi sosial lainnya untuk mendapatkan channel ke perusahaan-perusahaan besar yang belum berpatisipasi dalam kegiatan sosial.

Bpk. Benja
Bapak Benja Mambai, selaku Acting CEO WWF Indonesia menjelaskan bahwa pertemuan ini bukan untuk yang pertama kalinya, tapi pertemuan yang kesekian kalinya mereka lakukan. Dan ini menunjukan betapa BCA memiliki komitmen yang luar biasa untuk mendukung program-program konservasi yang dilakukan oleh WWF Indonesia.

Lalu kenapa penyu? Karena penyu, yang termasuk dalam golongan Chelonioidea ini merupakan salah satu dari hewan langka yang harus kita lindungi. Dari 7 spesies penyu yang ada di dunia, 6 diantaranya ada di Indonesia. Mulai dari penyu yang berukuran paling besar dengan bobot sekitar 800 kg, yaitu penyu belimbing, penyu sisik, penyu hijau, penyu lekang, penyu pipih, dan penyu tempayan. Ini harusnya menjadi kebanggaan bagi kita sebagai bangsa Indonesia, karena memiliki 6 dari 7 jenis penyu yang masih bertahan sampai sekarang.

WWF pernah melakukan penelitian terhadap penyu, dengan memasang semacam setelit di punggung penyu belimbing, yang sedang bertelur di daerah Papua. Ketika mereka berenang, ada yang sampai ke Pulau Maluku - tempat dia mencari makan, ada juga yang berputar sampai ke Australia dan New Zealand, serta ada yang langsung menuju ke Philipina, Malaysia, bahkan sampai ke California. Wah, ternyata penyu-penyu ini sangat hebat ya!

Penyu Belimbing
Credit by. WWF Indonesia
Namun yang menjadi permasalahan hingga saat ini adalah bahwa eksploitasi terhadap daging dan telur penyu ini ternyata masih cukup tinggi. Masalah lainnya adalah ketika penyu bertelur di pantai, banyak sekali predator seperti biawak dan anjing yang kemudian menggali tempat bertelur penyu tersebut dan memakan telur-telur ini. Tak hanya itu, dari aktivitas pembangunan, yang kemudian membuka hutan, menyebabkan habitat pantai peneluran penyu menjadi rusak. Informasi lain yang saya dapatkan dari Bapak Benja adalah bahwa tidak lebih dari 20% dari ratusan telur yang dihasilkan oleh penyu tersebut dapat bertahan hidup :(

“Dengan bantuan yang diberikan oleh BCA ini, paling tidak kita sama-sama memastikan bahwa pendaratan penyu ke pantai tidak akan diganggu oleh masyarakat,” ungkap Bapak Benja.

Hal kedua yang diharapkan dengan kerjasama ini adalah WWF secara bersama-sama akan menjaga telur-telur penyu dari gangguan predator. Lalu hal selanjutnya yang ingin dilakukan adalah dengan memastikan keamanan inkubasi, sebelum penyu ini muncul sebagai anak penyu, hinggga akhirnga ia bisa pergi ke laut dengan selamat. Jangan sampai penyu ini punah, dan kemudian akhirnya hanya menjadi cerita bagi generasi kita nanti. Harusnya ini menjadi tanggung jawab kita bersama agar penyu-penyu ini tidak sampai punah.

Ketika bicara tentang upaya pelestarian, tidak bisa dilakukan oleh satu organisasi saja, tapi butuh rekan untuk bekerjasama, butuh pemerintah daerah, butuh masyarakat, butuh dunia usaha juga untuk mendukung segala upaya yang akan dilakukan, serta butuh teman media untuk menyampaikan bahwa ada satu kegiatan yang sangat penting, yang butuh komitmen dan perubahan perilaku dari kita semua.



Foto : Pribadi 

  • Share:

You Might Also Like

7 comments