Dari dulu dalam otak saya udah
tertanam kalau makanan atau jajanan yang dijual diluaran tak bisa dijamin kehigienisannya,
apalagi jajanan yang dijual di sekolahan anak-anak. Walaupun mungkin tidak
semua pedagang makanan tersebut seperti itu ya – saya tidak bisa juga men-judge semua pedagang makanan menjual
makanan tidak sehat. Pikir saya, yang namanya sekolah, dimana anak-anaknya
hanya dibekali uang jajan yang sedikit oleh orangtuanya, yang nggak mungkin
bisa beli jajanan yang mahal, pastilah harga makanan yang dijual dibikin
semurah mungkin agar terjangkau oleh uang jajan anak-anak.
Nah, agar makanan ini bisa murah,
bagaimana caranya? Pedagang yang nakal biasanya mengakalinya dengan membeli
bahan-bahan makanan yang murah, dikasih pewarna atau pemutih, serta pengawet
makanan. Belum lagi penyedap rasa yang berlebihan agar makanan tersebut terasa
lezat dilidah anak-anak. Minyak yang digunakan buat menggoreng pun nggak tau
tuh, sudah berapa kali digunakan untuk menggoreng. Iya kaan. Semua orangtua
pasti punya kecemasan seperti itu. Makanya untuk berjaga-jaga dari makanan yang
saya kurang tahu sehat atau tidaknya ini, saya memilih untuk membawakan bekal
makanan dari rumah untuk anak saya.
Perasaan saya sudah senang saja,
jika membekali si kecil dengan makanan yang saya masak sendiri, apalagi jika
makanan tersebut habis dilahapnya. Namun ketenangan saya ini tiba-tiba runtuh ketika
mendengar bahwa makanan rumahan pun ternyata bisa jadi silent killer! Duh, ada apa dengan makanan yang saya masak sendiri?
Yang saya pikir sudah sehat, namun ternyata masih ada bahaya yang mengancam?
Mau tau dari mana informasi ini saya dapatkan?
Begini, bertepatan dengan Hari
Gizi Nasional yang jatuh pada tanggal 25 Januari kemarin, Minyak Goreng Sunco
mengadakan sebuah acara dalam bentuk symposium di Ballroom Cheers Residental
Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta. Tema yang diangkatnya ini nih yang bikin
saya ngeri, “Masakan Rumah The Silent Killer”. Bukannya apa-apa ya, soalnya
selama ini saya pikir masakan rumah adalah makanan yang paling aman. Makanya penasaran,
kenapa bisa jadi silent killer ya?
Dr. Entos |
Pertama-tama, ada Dr. Entos
Zainal, DCN, SP, MPHM yang merupakan Sekretaris Jenderal PERSAGI yang menjelaskan
tentang pengaruh masakan rumah terhadap tumbuh kembang anak. Karena bertepatan
dengan Hari Gizi Nasional, maka Dr. Entos akan memaparkan terlebih dulu
mengenai gizi dan kecerdasan.
Semua aktivitas yang kita lakukan
digerakan oleh sel saraf. Sel saraf ini ada yang lengkap, yang bisa berpotensi
dengan baik, sehingga mampu beradaptasi dengan suasana apapun. Lalu bagaimana
caranya kita mempersiapkan anak-anak kita agar mampu mengikuti perkembangan zaman
dan mampu beradaptasi dengan baik? Nah, di sinilah peranan gizi dibutuhkan.
Sel saraf dibentuk dari protein
dan berbagai zat gizi, hormon, dan lain sebagainya. Agar sel saraf ini mampu membelah
diri dengan cepat, dibutuhkan energi yang cukup. Karena itulah tubuh kita butuh
makanan untuk mendapatkan energi ini. Makanan yang kita konsumsi ada yang
menghasilkan protein yang berguna sebagai zat pembangun sel tubuh. Lalu ada
vitamin dan mineral yang merupakan zat gizi mikro, yang berguna untuk
memberikan kekuatan bagi tubuh.
Semua zat gizi ini dibutuhkan
oleh tubuh, apalagi bagi ibu hamil, karena sangat mempengaruhi proses
pertumbuhan dan perkembangan janin yang dikandungnya. Jika ibu kekurangan asupan
makanan bernutrisi selama masa kehamilan, maka bisa jadi perkembangan janinnya
menjadi lebih lambat bahkan tidak akan optimal.
Nah, agar anak bisa tumbuh
mencapai tinggi dan berat badan yang optimal, maka dibutuhkan seluruh zat gizi
(makro dan mikro) secara seimbang, mulai dari masa kehamilan, dilanjutkan
dengan memberikan ASI Eksklusif selama 6 bulan, lalu diteruskan dengan pemberian
ASI dan MP-ASI hingga anak berusia 2 tahun. Kekurangan zat gizi yang seimbang pada
anak dapat mengakibatkan gagal tumbuh, menghambat perkembangan kemampuan
kognitif, dan menurunkan produktivitas.
“Kalaupun kita mengkonsumsi Vitamin A,D,E,K,
jika tidak ada lemaknya, maka tidak bisa dibawa ke tubuh kita, berbeda dengan
Vitamin B dan C yang begitu dikonsumsi langsung masuk ke tubuh. Vitamin A,D,E,K
membutuhkan lemak sebagai alat transportasinya,” jelas Dr. Entos.
Jadi untuk penyerapan Vitamin
A,D,E,K dibutuhkan lemak ternyata ya. Dalam hal ini bisa dengan menggunakan
minyak goreng. Tapi tentu saja harus dipilih juga minyak gorengnya. Gunakanlah
minyak goreng yang baik. Seperti apa ciri-ciri dari minyak goreng yang baik?
Pertama, warnanya yang bening, lalu teksturnya lebih encer atau memiliki
karakter seperti air, dan yang penting lagi adalah tidak banyak menempel pada
makanan saat dimasak.
Ibu Mulina |
Ibu Mulina Wijaya, Deputy
Marketing Manager Sunco yang turut hadir pada acara sangat tertarik dengan
penjelasan Dr. Entos, mengenai penyakit regeneratif yang saat ini banyak kita
hadapi. Salah satunya adalah penyakit jantung, yang terjadi akibat terblokirnya
jalan darah pada tubuh kita. Terblokirnya jalan darah ini bisa saja karena
kandungan lemak jenuh yang ada di dalam minyak goreng yang kita konsumsi. Jadi
untuk minyak goreng yang lebih baik itu adalah minyak goreng yang tidak mudah
beku, yang kandungan lemak jenuhnya lebih sedikit.
Selain Dr. Entos, hadir juga
narasumber lain yaitu Ibu Theresia Irawati, SKM, M.Kes. Beliau adalah Kasi
Kemitraan Subdit Advokasi dan Kemitraan Direktorat Promosi Kesehatan dan
Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Kesehatann RI. Menurut Ibu Theresia, makanan
yang sehat bagi keluarga adalah dengan pola makanan yang bergizi seimbang.
Artinya sesuai dengan kecukupan, misalnya untuk ibu hamil, balita atau lansia,
itu memiliki kebutuhan kecukupan gizi yang berbeda-beda.
Ibu Theresia |
Beberapa dekade ke depan ini, di
masyarakat terjadi perubahan pola penyakit, yang tadinya adalah penyakit
menular menjadi ke penyakit tidak menular (PTM). Ini disebabkan oleh pola makan
yang salah, termasuk juga di rumah. Mungkin kita beranggapan sudah memilih
makanan yang bergizi, namun bisa saja makanan tersebut diolah dengan cara yang
salah atau tidak aman.
Misalnya ikan, bisa saja ikan
yang kita masak sendiri di rumah, yang kita anggap sehat, ternyata mengandung
formalin. Hal-hal seperti inilah yang perlu diketahui, agar kita harus
pintar-pintar dalam memilih bahan makanan dan mengolahnya dengan baik. 71% dari
angka kematian di msayarakat Indonesia disebabkan oleh PTM, dan salah satunya adalah
penyakit jantung.
Bisa juga makanan yang kita masak
kebanyakan lemak, garam, atau gula. Ketiga hal ini baik bagi tubuh, asalkan
tidak dikonsumsi secara berlebihan. Ada batasannya untuk mengkonsumsi lemak,
garam, dan gula. Menurut Permenkes No. 30 Tahun 2013, bahwa batasan :
-
Gula per orang per hari yaitu 50 gram (4 sendok
makan)
-
Garam, 2000 mgr natrium/ sodium atau 5 gr garam
(1 sendok the)
-
Lemak, 67 gram (5 sendok makan minyak)
atau ini lebih
dikenal dengan G4 G1 L5.
Pemerintah melalui Kemenkes saat
ini sedang menggiatkan GERMAS (Gerakan Masyarakat Hidup Sehat), yaitu
mengkonsumsi makanan sehat bergizi, banyak bergerak atau olahraga, dan rutin
memeriksakan kesehatan. Faktor risiko penyebab PTM ini kebanyakan disebabkan
karena kurangnya aktivitas fisik, kurang konsumsi sayur dan buah, konsumsi
minuman beralkohol dan merokok, serta masih banyak penduduk yang BAB tidak pada
tempatnya.
Pola hidup masyarakat sekarang
yang dipermudah dengan kemajuan teknologi menyebabkan masyarakat jadi kurang
bergerak. Hampir segala aktivitas dilakukan dengan duduk diam dan hanya klak
klik via gadget dan televisi, bahkan belanja dan beli makanan pun bisa dipesan
secara online. Makanan siap saji yang bertebaran dimana-mana, dianggap cara
yang mudah dan praktis untuk mengisi perut. “Pola hidup seperti inilah yang
harus diubah,” kata Ibu Theresia.
Dr. Tirta |
Dr. Tirta Prawita Sari pun
membenarkan hal ini, bahwa pola makan yang tidak sehat dapat berisiko
menyebabkan terkena PTM. Kita perlu membatasi konsumsi lemak. Perlu diwaspadai
bahwa lemak trans yang awalnya merupakan lemak tak jenuh, lalu mengalami proses
hingga sebagiannya berubah menjadi lemak jenuh, merupakan faktor risiko penyebab
dari penyakit jantung.
“Kurangi konsumsi makanan yang
telah diproses, pilih butter daripada
margarin, pilih olive oil atau minyak
kelapa daripada minyak sayur, pilih minyak goreng dari kelapa/ kelapa sawit,
dan rajin membaca label pada makanan kemasan merupakan beberapa cara untuk
menghindari kita dari lemak trans,” papar Dr. Tirta.
Tau dong dengan Christian
Soegiono? Nah, Mas Christian juga turut hadir dalam acara ini lho! Mas
Christian, disela kesibukannya, baik sebagai artis maupun sebagai seorang pengusaha,
selalu berusaha untuk menjaga kesehatan tubuhnya. Poin paling penting ketika
menjaga kesehatannya dalam aktivitas yang sangat padat adalah dengan istirahat
yang cukup.
Christian Soegiono |
“Tapi tentu saja didukung juga
dengan makanan ya, apalagi di usia saya yang sudah kepala tiga. Lalu olahraga
juga, tapi ini emang agak susah dilakukan karena waktu saya yang semakin sedikit. Namun
begitu saya tetap usahakan paling tidak sekali seminggu, misalnya dengan
berenang,” ujar Christian.
Ibu Mulina kembali menjelaskan
bahwa Sunco, Minyak Goreng Baik hanya Dikit Nempel di makanan, sehingga anjuran
batasan untuk konsumsi lemak pada makanan, yaitu 5 sendok makan tidak
menghambat kita untuk dapat menikmati makanan yang digoreng, karena tidak
banyak minyak yang nempel pada bahan makanan yang kita goreng, jika menggunakan
minyak goreng Sunco.
Demo masak bersama Chef Nanda |
Untuk membuktikan hal ini, maka
ada demo masaknya juga nih, tentu saja dengan menggunakan minyak goreng Sunco.
Demo dilakukan oleh Chef Nanda, yang akan memasak menu Tempura Udang dengan Saos Mayonaise. Disela demo masak, Mas
Christian ditantang untuk melakukan uji organoleptic, dengan meminum satu sendok minyak goreng Sunco. Selanjutnya
Chef Nanda dan 3 orang peserta lainnya juga mengikuti tantangan ini.
Uji Organoleptic |
Rata-rata semua, termasuk Mas Christian
mengatakan bahwa saat meminum minyak goreng Sunco, terasa seperti minum air
saja, karena minyaknya yang encer, lalu juga tidak bikin seret dan gatal tenggorokan.
Saya sendiri melihat, saat udang telah matang dan diangkat oleh Chef Nanda,
ternyata memang cuma dikit minyak goreng yang nempel pada udangnya, sehingga udang jadi lebih cepat
kering. Baiklah, saya dapat banyak ilmu pada acara ini. Mulai hari ini, saya
harus pintar-pintar memilih bahan makanan dan mengolahnya dengan baik, agar
masakan rumah tidak lagi menjadi silent killer.
Minyak Goreng Sunco, Dikit Nempel di Makanan |
Tempura Udang |
Mayonaise ala Sunco |
Untuk mengetahui informasi lebih lengkap lagi mengenai #MinyakGorengBaik Sunco, yang hanya #DikitNempel di makanan, ataupun tips dan resep-resep masakan sehatnya, bisa dibaca langsung di website Sunco dan di www.resepsehat.com, serta di Fanspage FB Sunco Indonesia.
Foto : Pribadi
1 comments
Saya belum pernah mencoba untuk meminum Sunco, tapi dengan melihat beberapa orang mencoba meminum, saya percaya ini minyak goreng memang bagus.
BalasHapus