Hati-Hati dengan Masakan Rumah

By Dewi Sulistiawaty - Januari 27, 2017

Dari dulu dalam otak saya udah tertanam kalau makanan atau jajanan yang dijual diluaran tak bisa dijamin kehigienisannya, apalagi jajanan yang dijual di sekolahan anak-anak. Walaupun mungkin tidak semua pedagang makanan tersebut seperti itu ya – saya tidak bisa juga men-judge semua pedagang makanan menjual makanan tidak sehat. Pikir saya, yang namanya sekolah, dimana anak-anaknya hanya dibekali uang jajan yang sedikit oleh orangtuanya, yang nggak mungkin bisa beli jajanan yang mahal, pastilah harga makanan yang dijual dibikin semurah mungkin agar terjangkau oleh uang jajan anak-anak.

Nah, agar makanan ini bisa murah, bagaimana caranya? Pedagang yang nakal biasanya mengakalinya dengan membeli bahan-bahan makanan yang murah, dikasih pewarna atau pemutih, serta pengawet makanan. Belum lagi penyedap rasa yang berlebihan agar makanan tersebut terasa lezat dilidah anak-anak. Minyak yang digunakan buat menggoreng pun nggak tau tuh, sudah berapa kali digunakan untuk menggoreng. Iya kaan. Semua orangtua pasti punya kecemasan seperti itu. Makanya untuk berjaga-jaga dari makanan yang saya kurang tahu sehat atau tidaknya ini, saya memilih untuk membawakan bekal makanan dari rumah untuk anak saya.

Perasaan saya sudah senang saja, jika membekali si kecil dengan makanan yang saya masak sendiri, apalagi jika makanan tersebut habis dilahapnya. Namun ketenangan saya ini tiba-tiba runtuh ketika mendengar bahwa makanan rumahan pun ternyata bisa jadi silent killer! Duh, ada apa dengan makanan yang saya masak sendiri? Yang saya pikir sudah sehat, namun ternyata masih ada bahaya yang mengancam? Mau tau dari mana informasi ini saya dapatkan?


Begini, bertepatan dengan Hari Gizi Nasional yang jatuh pada tanggal 25 Januari kemarin, Minyak Goreng Sunco mengadakan sebuah acara dalam bentuk symposium di Ballroom Cheers Residental Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta. Tema yang diangkatnya ini nih yang bikin saya ngeri, “Masakan Rumah The Silent Killer”. Bukannya apa-apa ya, soalnya selama ini saya pikir masakan rumah adalah makanan yang paling aman. Makanya penasaran, kenapa bisa jadi silent killer ya?

Dr. Entos
Pertama-tama, ada Dr. Entos Zainal, DCN, SP, MPHM yang merupakan Sekretaris Jenderal PERSAGI yang menjelaskan tentang pengaruh masakan rumah terhadap tumbuh kembang anak. Karena bertepatan dengan Hari Gizi Nasional, maka Dr. Entos akan memaparkan terlebih dulu mengenai gizi dan kecerdasan.

Semua aktivitas yang kita lakukan digerakan oleh sel saraf. Sel saraf ini ada yang lengkap, yang bisa berpotensi dengan baik, sehingga mampu beradaptasi dengan suasana apapun. Lalu bagaimana caranya kita mempersiapkan anak-anak kita agar mampu mengikuti perkembangan zaman dan mampu beradaptasi dengan baik? Nah, di sinilah peranan gizi dibutuhkan.

Sel saraf dibentuk dari protein dan berbagai zat gizi, hormon, dan lain sebagainya. Agar sel saraf ini mampu membelah diri dengan cepat, dibutuhkan energi yang cukup. Karena itulah tubuh kita butuh makanan untuk mendapatkan energi ini. Makanan yang kita konsumsi ada yang menghasilkan protein yang berguna sebagai zat pembangun sel tubuh. Lalu ada vitamin dan mineral yang merupakan zat gizi mikro, yang berguna untuk memberikan kekuatan bagi tubuh.

Semua zat gizi ini dibutuhkan oleh tubuh, apalagi bagi ibu hamil, karena sangat mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan janin yang dikandungnya. Jika ibu kekurangan asupan makanan bernutrisi selama masa kehamilan, maka bisa jadi perkembangan janinnya menjadi lebih lambat bahkan tidak akan optimal.

Nah, agar anak bisa tumbuh mencapai tinggi dan berat badan yang optimal, maka dibutuhkan seluruh zat gizi (makro dan mikro) secara seimbang, mulai dari masa kehamilan, dilanjutkan dengan memberikan ASI Eksklusif selama 6 bulan, lalu diteruskan dengan pemberian ASI dan MP-ASI hingga anak berusia 2 tahun. Kekurangan zat gizi yang seimbang pada anak dapat mengakibatkan gagal tumbuh, menghambat perkembangan kemampuan kognitif, dan menurunkan produktivitas.  

 “Kalaupun kita mengkonsumsi Vitamin A,D,E,K, jika tidak ada lemaknya, maka tidak bisa dibawa ke tubuh kita, berbeda dengan Vitamin B dan C yang begitu dikonsumsi langsung masuk ke tubuh. Vitamin A,D,E,K membutuhkan lemak sebagai alat transportasinya,” jelas Dr. Entos.

Jadi untuk penyerapan Vitamin A,D,E,K dibutuhkan lemak ternyata ya. Dalam hal ini bisa dengan menggunakan minyak goreng. Tapi tentu saja harus dipilih juga minyak gorengnya. Gunakanlah minyak goreng yang baik. Seperti apa ciri-ciri dari minyak goreng yang baik? Pertama, warnanya yang bening, lalu teksturnya lebih encer atau memiliki karakter seperti air, dan yang penting lagi adalah tidak banyak menempel pada makanan saat dimasak.  

Ibu Mulina
Ibu Mulina Wijaya, Deputy Marketing Manager Sunco yang turut hadir pada acara sangat tertarik dengan penjelasan Dr. Entos, mengenai penyakit regeneratif yang saat ini banyak kita hadapi. Salah satunya adalah penyakit jantung, yang terjadi akibat terblokirnya jalan darah pada tubuh kita. Terblokirnya jalan darah ini bisa saja karena kandungan lemak jenuh yang ada di dalam minyak goreng yang kita konsumsi. Jadi untuk minyak goreng yang lebih baik itu adalah minyak goreng yang tidak mudah beku, yang kandungan lemak jenuhnya lebih sedikit.

Selain Dr. Entos, hadir juga narasumber lain yaitu Ibu Theresia Irawati, SKM, M.Kes. Beliau adalah Kasi Kemitraan Subdit Advokasi dan Kemitraan Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Kesehatann RI. Menurut Ibu Theresia, makanan yang sehat bagi keluarga adalah dengan pola makanan yang bergizi seimbang. Artinya sesuai dengan kecukupan, misalnya untuk ibu hamil, balita atau lansia, itu memiliki kebutuhan kecukupan gizi yang berbeda-beda.

Ibu Theresia
Beberapa dekade ke depan ini, di masyarakat terjadi perubahan pola penyakit, yang tadinya adalah penyakit menular menjadi ke penyakit tidak menular (PTM). Ini disebabkan oleh pola makan yang salah, termasuk juga di rumah. Mungkin kita beranggapan sudah memilih makanan yang bergizi, namun bisa saja makanan tersebut diolah dengan cara yang salah atau tidak aman.

Misalnya ikan, bisa saja ikan yang kita masak sendiri di rumah, yang kita anggap sehat, ternyata mengandung formalin. Hal-hal seperti inilah yang perlu diketahui, agar kita harus pintar-pintar dalam memilih bahan makanan dan mengolahnya dengan baik. 71% dari angka kematian di msayarakat Indonesia disebabkan oleh PTM, dan salah satunya adalah penyakit jantung.

Bisa juga makanan yang kita masak kebanyakan lemak, garam, atau gula. Ketiga hal ini baik bagi tubuh, asalkan tidak dikonsumsi secara berlebihan. Ada batasannya untuk mengkonsumsi lemak, garam, dan gula. Menurut Permenkes No. 30 Tahun 2013, bahwa batasan :

-          Gula per orang per hari yaitu 50 gram (4 sendok makan)
-          Garam, 2000 mgr natrium/ sodium atau 5 gr garam (1 sendok the)
-          Lemak, 67 gram (5 sendok makan minyak)
atau ini lebih dikenal dengan G4 G1 L5.

Pemerintah melalui Kemenkes saat ini sedang menggiatkan GERMAS (Gerakan Masyarakat Hidup Sehat), yaitu mengkonsumsi makanan sehat bergizi, banyak bergerak atau olahraga, dan rutin memeriksakan kesehatan. Faktor risiko penyebab PTM ini kebanyakan disebabkan karena kurangnya aktivitas fisik, kurang konsumsi sayur dan buah, konsumsi minuman beralkohol dan merokok, serta masih banyak penduduk yang BAB tidak pada tempatnya.

Pola hidup masyarakat sekarang yang dipermudah dengan kemajuan teknologi menyebabkan masyarakat jadi kurang bergerak. Hampir segala aktivitas dilakukan dengan duduk diam dan hanya klak klik via gadget dan televisi, bahkan belanja dan beli makanan pun bisa dipesan secara online. Makanan siap saji yang bertebaran dimana-mana, dianggap cara yang mudah dan praktis untuk mengisi perut. “Pola hidup seperti inilah yang harus diubah,” kata Ibu Theresia.

Dr. Tirta
Dr. Tirta Prawita Sari pun membenarkan hal ini, bahwa pola makan yang tidak sehat dapat berisiko menyebabkan terkena PTM. Kita perlu membatasi konsumsi lemak. Perlu diwaspadai bahwa lemak trans yang awalnya merupakan lemak tak jenuh, lalu mengalami proses hingga sebagiannya berubah menjadi lemak jenuh, merupakan faktor risiko penyebab dari penyakit jantung.

“Kurangi konsumsi makanan yang telah diproses, pilih butter daripada margarin, pilih olive oil atau minyak kelapa daripada minyak sayur, pilih minyak goreng dari kelapa/ kelapa sawit, dan rajin membaca label pada makanan kemasan merupakan beberapa cara untuk menghindari kita dari lemak trans,” papar Dr. Tirta.

Tau dong dengan Christian Soegiono? Nah, Mas Christian juga turut hadir dalam acara ini lho! Mas Christian, disela kesibukannya, baik sebagai artis maupun sebagai seorang pengusaha, selalu berusaha untuk menjaga kesehatan tubuhnya. Poin paling penting ketika menjaga kesehatannya dalam aktivitas yang sangat padat adalah dengan istirahat yang cukup.

Christian Soegiono
“Tapi tentu saja didukung juga dengan makanan ya, apalagi di usia saya yang sudah kepala tiga. Lalu olahraga juga, tapi ini emang agak susah dilakukan karena waktu saya yang semakin sedikit. Namun begitu saya tetap usahakan paling tidak sekali seminggu, misalnya dengan berenang,” ujar Christian.
    
Ibu Mulina kembali menjelaskan bahwa Sunco, Minyak Goreng Baik hanya Dikit Nempel di makanan, sehingga anjuran batasan untuk konsumsi lemak pada makanan, yaitu 5 sendok makan tidak menghambat kita untuk dapat menikmati makanan yang digoreng, karena tidak banyak minyak yang nempel pada bahan makanan yang kita goreng, jika menggunakan minyak goreng Sunco.

Demo masak bersama Chef Nanda
Untuk membuktikan hal ini, maka ada demo masaknya juga nih, tentu saja dengan menggunakan minyak goreng Sunco. Demo dilakukan oleh Chef Nanda, yang akan memasak menu Tempura Udang dengan Saos Mayonaise.  Disela demo masak, Mas Christian ditantang untuk melakukan uji organoleptic, dengan meminum satu sendok minyak goreng Sunco. Selanjutnya Chef Nanda dan 3 orang peserta lainnya juga mengikuti tantangan ini.


Uji Organoleptic
Rata-rata semua, termasuk Mas Christian mengatakan bahwa saat meminum minyak goreng Sunco, terasa seperti minum air saja, karena minyaknya yang encer, lalu juga tidak bikin seret dan gatal tenggorokan. Saya sendiri melihat, saat udang telah matang dan diangkat oleh Chef Nanda, ternyata memang cuma dikit minyak goreng yang nempel pada udangnya, sehingga udang jadi lebih cepat kering. Baiklah, saya dapat banyak ilmu pada acara ini. Mulai hari ini, saya harus pintar-pintar memilih bahan makanan dan mengolahnya dengan baik, agar masakan rumah tidak lagi menjadi silent killer.

Minyak Goreng Sunco, Dikit Nempel di Makanan
Tempura Udang
Mayonaise ala Sunco
Untuk mengetahui informasi lebih lengkap lagi mengenai #MinyakGorengBaik Sunco, yang hanya #DikitNempel di makanan, ataupun tips dan resep-resep masakan sehatnya, bisa dibaca langsung di website Sunco dan di www.resepsehat.com, serta di Fanspage FB Sunco Indonesia.


Foto : Pribadi

  • Share:

You Might Also Like

1 comments