Lindungi Anak dari Penyakit Campak dan Rubella dengan Imunisasi MR
By Dewi Sulistiawaty - Juli 24, 2017
Mencegah lebih baik, lebih mudah, dan lebih murah daripada
mengobati. Kalimat tersebut memang benar adanya. Karena bagaimanapun juga
dengan tindakan pencegahan, kita bisa terhindar dari penyakit yang mungkin saja
datang. Ibarat pepatah, sedia payung sebelum hujan. Walaupun belum tau, nanti
bakal turun hujan atau nggak, paling nggak kita sudah sedia payung jika
ternyata memang turun hujan.
Begitu pula dengan imunisasi. Imunisasi merupakan sebuah
langkah pencegahan agar nanti kita
terhindar dari penyakit. Bahkan saking pentingnya tindakan pencegahan ini,
pemerintah mengeluarkan peraturan dalam bentuk Undang-Undang. Dalam Pasal 28B ayat 2 UUD 1945 sendiri
disebutkan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan
berkembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Lebih detailnya lagi, ada UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 yang menjelaskan bahwa setiap anak berhak memperoleh imunisasi dasar sesuai dengan ketentuan untuk mencegah terjadinya penyakit yang dapat dihindari melalui imunisasi. Pemerintah pun wajib memberikan imunisasi lengkap kepada setiap bayi dan anak.
Penjelasan ini saya dapatkan saat menghadiri Acara Temu
Blogger Dalam Rangka Kampanye dan Introduksi Imunisasi MR, pada hari Jumat, 21
Juli 2017 kemarin, di Park Lane Hotel. Dr. Jane Soepardi, Direktur Surveilans
dan Karantina Kesehatan Ditjen P2P, Kementerian Kesehatan RI mengatakan bahwa sebetulnya
anak Indonesia itu haknya dilindungi oleh negara melalui UU, dan ini dikawal
oleh Komite Perlindungan Anak Indonesia.
Dr. Jane |
Mengapa sih pemerintah perlu memberikan edukasi dan
menyelenggarakan imunisasi ini? Yang jelas, imunisasi bertujuan untuk
mengurangi angka kesakitan, kecacatan, dan kematian yang diakibatkan oleh Penyakit
yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I), dengan menggunakan vaksin. Misalnya
penyakit tuberculosis, difteri, pertusisi, tetanus, polio, campak, hepatitis B,
pneumonia, rubella, bahkan rotavirus. Dengan begitu masyarakat jadi mengerti,
betapa pentingnya pemberian imunisasi pada anak.
Sebenarnya sudah banyak contoh keberhasilan dari imunisasi
ini. Misalnya pada abad ke-20, dunia berhasil mengeradikasi cacar (variola).
Kasus terakhir untuk penyakit cacar terjadi di Somalia pada tahun 1977.
Sehingga imunisasi cacar pun sudah bisa dihentikan pada tahun 1980. Pada abad
ke-21, kita bisa mengeliminasi tetanus maternal dan neonatal, tepatnya pada
bulan Mei 2016 kemarin. Nah, rencananya untuk polio pun pemerintah mentargetkan
akan bisa dieliminasi pada tahun 2006 lalu. Namun hal ini masih belum bisa tercapai.
Sehingga pemerintah mentargetkan lagi pada tahun 2020 nanti, Indonesia sudah
bisa bebas polio.
Sama dengan cacar dan polio, dimana virusnya hanya bisa hidup
pada tubuh manusia, maka campak dan rubella pun demikian. Makanya untuk saat
ini pemerintah ingin memerangi virus campak dan rubella, sehingga ditargetkan
pada tahun 2020 nanti, masyarakat Indonesia bisa terbebas dari penyakit campak
dan rubella.
Kontroversi Seputar Imunisasi
Bicara mengenai imunisasi, ini tidak lepas dari pro dan
kontra terhadap pemberiannya. Pada tahun 1998, salah satu jurnal kesehatan
ternama di Inggris – The Lancet, menerbitkan penelitian yang dilakukan oleh dr.
Andrew Wakefield. Di jurnal tersebut dr. Andrew menuliskan bahwa radang usus
besar dan autism disebabkan oleh vaksin MMR. Tulisan ini sempat menghebohkan
dunia. Beberapa jurnalis kemudian melakukan investigasi, dan menemukan bahwa
dr. Andrew telah melakukan manipulasi data-data, serta melanggar kode etik
kedokteran.
Pada tahun 2004, list
paper The Lancet ditarik secara parsial, dan pada tahun 2010 baru ditarik
seluruhnya. dr. Andrew dinyatakan bersalah dan telah melakukan pelanggaran
profesi yang serius. Konsil kedokteran Inggris pun mencabut surat izin Andrew Wakefield
sebagai dokter dan peneliti. Hasil penelitian menyebutkan bahwa vaksin MMR itu
tidak ada hubungannya dengan autism. Jika ada yang mendengar atau membaca bahwa
vaksin MMR bisa menyebabkan autism, maka itu adalah hoax.
Nah, lepas dari berita tersebut, ada juga cerita yang
menyebutkan bahwa vaksin dari imunisasi tersebut adalah haram. Begini fatwa MUI
mengenai imunisasi ini. Dr. HM. Asrorun Ni’am Sholeh, MA selaku Sekretaris
Komisi Fatwa MUI Pusat menjelaskan hal ini dilihat dari sudut pandang agama
Islam.
“Yang pasti Islam memberikan penghormatan secara spesifik
terhadap eksistensi jiwa. Ada 5 prinsip dasar, yang karenanya Islam memberikan
perlindungan yang sangat luar biasa. Yang pertama adalah menjaga pilar
keagamaan, seperti sholat, zakat, dan lain-lain,” ungkap Dr. Ni’am.
Menurutnya lagi ada beberapa masalah keagamaan yang beririsan
dengan kesehatan, salah satu contohnya mengenai sunat/ khitan. Untuk sunat ini,
orangtua tidak akan bertanya pada anaknya apakah mau dikhitan atau tidak. Ini
merupakan salah satu bagian dalam menegakkan agamanya.
Yang kedua adalah hak hidup, kelangsungan hidup, serta tumbuh
kembang pada anak. Maka seluruh aktivitas yang membahayakan kehidupan, haruslah
dilarang. Sedangkan seluruh ikhtiar atau usaha untuk menjaga eksistensi
kehidupan maka harus ditempuh, termasuk imunisasi yang bertujuan untuk menjaga
keberlangsungan hidup.
Untuk hak hidup ini, maka ada beberapa langkah yang bisa
ditempuh. Langkah pertama adalah langkah promotif, seperti dianjurkan untuk
hidup sehat, serta menghindari hal-hal yang bisa menyebabkan bahaya. Namun
langkah itu saja tidaklah cukup. Bisa saja karena orang lain yang abai, kita
bisa terkena penyakitnya. Misalnya di tempat umum, ada orang lain yang merokok,
maka kita pun terkena imbas dari asap rokoknya.
Dr. Ni'am |
Hak yang ketiga adalah hak untuk menjaga keturunan. Ada
beberapa penyakit yang dapat mengakibatkan keguguran. Padahal bila dilakukan
imunisasi, penyakit ini bisa ditanggulangi. Hal ini bisa dikategorikan sebagai
aborsi semi kriminal. Dr. Ni’am pun menggambarkan seperti orang yang tetap saja
merokok, walaupun di bungkus rokok tersebut sudah dijelaskan bahwa merokok
dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, serta gangguan kehamilan
dan janin, bahkan ada gambarnya segala.
Pada tanggal 23 Januari 2016, MUI telah merumuskan mengenai
imunisasi ini, dengan Fatwa MUI No. 4 tahun 2016, tentang hukum imunisasi. Dijelaskan
bahwa di dalam perspektif hukum Islam, imunisasi itu bagian dalam fiqih untuk
kepentingan pencegahan. Banyak juga dalil-dalil keagamaan yang menegaskan soal
pentingnya pencegahan terhadap penyakit.
Di dalam ketentuan keagamaan, ada 3 gradasi kebutuhan, yaitu
tingkat kebutuhan pokok yang sangat terkait dengan eksistensi nyawa/ jiwa, yang
jika tidak dilakukan maka akan menyebabkan kehilangan nyawa. Maksudnya adalah
jika tidak ada yang halal yang bisa digunakan (adanya yang haram saja), dan
kalau tidak digunakan yang haram ini maka dia akan mati. Maka untuk
menyelamatkan nyawanya dia harus menggunakan yang haram tersebut. Dalam kondisi
seperti ini, maka diambil yang paling ringan risikonya. Jadi dalam kondisi yang
darurat, dibolehkan menggunakan yang terlarang ini. Tidak semua yang haram itu
tidak dibolehkan.
Dr. Ni’am juga mengatakan bahwa imunisasi bisa digunakan
untuk tujuan menyelamatkan jiwa, tetapi tentu saja sembari berikhtiar untuk
terus melakukan penelitian agar dapat mewujudkan vaksin yang halal. Dalam
beberapa tahun terakhir ini, sudah ada beberapa vaksin yang sudah terverifikasi
halal, khususnya terkait dengan vaksin meningitis. “Insya Allah, pada tanggal 2
Agustus 2017 nanti, Biofarma (produsen vaksin terbesar) akan mendaftarkan
sertifikasi halal untuk vaksinnya. Ini merupakan hal yang baik,” pungkasnya.
Rubella
Apasih rubella? Mari kita mengenal lebih detail mengenai
rubella ini. Rubella atau yang lebih dikenal dengan nama campak Jerman
merupakan penyakit infeksi yang sangat menular, yang disebabkan oleh virus
rubella. Penyakit campak dan rubella merupakan penyakit yang biasa terjadi pada
anak-anak. Gejalanya bisa berupa ruam merah atau bercak kemerahan pada kulit,
demam ringan, serta pembesaran kelenjar limfe di belakang telinga, leher
belakang, dan sub oksipital.
Virus rubella dapat ditularkan melalui saluran nafas pada
saat batuk atau bersin, atau dari butiran liur di udara yang dikeluarkan oleh penderita.
Berbagi makanan dan minuman dalam piring atau gelas yang sama dengan penderita,
juga dapat menularkan rubella. Jika virus rubella menulari ibu hamil pada
trimester pertama atau diawal kehamilannya, maka bisa menyebabkan keguguran,
atau kelainan kongenital pada bayi yang dilahirkannya, seperti retardasi mental
(autism), kelainan jantung, tuli dan atau gangguan penglihatan.
dr. Hindra |
Karena penularan virus rubella ini sangat mudah, maka jika
ada satu anak yang terinfeksi rubella, lalu anak tersebut dekat dengan anak
lain yang belum diimunisasi atau belum diberi vaksin rubella, maka bisa
dipastikan anak tersebut akan tertular virus rubella ini.
Vaksin rubella sebenarnya sudah ada sejak 20 tahun yang lalu.
Amerika Utara dan Amerika Latin merupakan negara yang sudah mencapai eliminasi
terhadap rubella. Belakangan barulah negara-negara regional yang lain.
Sedangkan negara-negara di Asia Tenggara dan Afrika baru akan mentargetkan bisa
mengeliminasi rubella pada tahun 2020 nanti.
WHO merekomendasikan, bagi negara yang ingin mengintroduksi vaksin
rubella, maka cakupan imunisasinya musti tinggi, yaitu di atas 80%. Caranya
dengan catch up campaign rubella
terlebih dulu, baru kemudian secara simultan melakukan introduksi vaksin
rubella ke dalam imunisasi rutin, dengan mengganti semua vaksin campak menjadi
vaksin kombinasi campak rubella.
Untuk itulah mulai tahun ini, pemerintah melalui Kemenkes
akan melakukan introduksi dan kampanye Imunisasi MR pada masyarakat. Kegiatan
imunisasi tambahan ini dilakukan secara masal, sebagai upaya memutuskan
transmisi penularan virus campak dan rubella pada anak usia 9 bulan sampai
dengan 15 tahun, serta untuk meningkatkan kekebalan terhadap virus campak dan
rubella pada masyarakat.
Selain menyasar pada anak usia 9 bulan – 15 tahun, Imunisasi
MR akan dilakukan secara bertahap. Tahap pertama dilakukan pada bulan Agustus –
September 2017 di seluruh provinsi di Pulau Jawa. Tahap kedua dilakukan pada
bulan Agustus – September 2018 di seluruh provinsi di Pulau Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Pelayanan
imunisasi dilaksanakan di sekolah-sekolah, Posyandu, Puskesmas, Rumah Sakit,
dan fasilitas kesehatan lainnya.
Selanjutnya, setelah kampanye imunisasi MR ini selesai,
vaksin MR ini akan menggantikan vaksin campak pada kegiatan imunisasi rutin.
Sasarannya adalah seluruh bayi usia 9 bulan, anak usia 18 bulan, dan seluruh
anak usia SD/MI/sederajat/SDLB kelas 1.
Saya sendiri menyikapi imunisasi ini sama seperti halnya
menyikapi berbagai produk yang beredar, baik itu produk kosmetik ataupun
makanan yang berlabel halal dari MUI serta ada label BPOM-nya. Saya nggak tau
apakah produk tersebut benar-benar telah diperiksa dengan baik dan benar,
karena saya tidak ada pada saat produk tersebut diperiksa dan diteliti. Namun
saya percayakan semua pada mereka yang kompeten di bidangnya. Begitupun dengan
imunisasi, yang mana vaksinnya dijamin aman oleh pemerintah dan didukung juga oleh MUI, serta mempunyai
tingkat perlindungan yang tinggi. Yuk, lindungi anak kita dari penyakit campak
dan rubella dengan memberikan Imunisasi MR.
Foto : Pribadi
2 comments