Art

Berkunjung ke Pameran Senandung Ibu Pertiwi di Galeri Nasional Indonesia

By Dewi Sulistiawaty - Agustus 16, 2017

Senandung Ibu Pertiwi. Saya suka berkunjung ke museum-museum atau galeri-galeri seni. Suka takjub saja melihat benda-benda bernilai sejarah yang didokumentasikan di sana. Benda tersebut seperti bercerita mengenai kisah yang pernah mereka lalui. Apakah itu berarti saya penyuka seni? Yah, bisa dibilang begitu, tapi nggak sampai mania juga sih, biasa saja :D

Kalau bicara tentang seni, saya termasuk yang pemilih. Nggak semua kesenian saya sukai. Saya suka seni musik, tapi hanya di genre tertentu saja. Saya suka seni teater, tapi di tema-tema tertentu saja. Saya suka seni tari, tapi tidak semua jenis tarian yang saya sukai. Saya suka seni lukis, tapi milih-milih juga jenis lukisannya. Saya kadang masih kurang ‘nangkap’ kalau diminta melihat lukisan yang abstrak, hehe….

Nah, Rabu kemarin, tepatnya tanggal 9 Agustus 2017, saya berkunjung ke Galeri Nasional Indonesia yang terletak di Jl. Medan Merdeka Timur No.14 Jakarta Pusat, tak jauh dari Stasiun Kereta Api Gambir dan Monumen Nasional (Monas). Sedikit informasi buat kamu, Galeri Nasional Indonesia ini merupakan salah satu lembaga museum dan pusat kegiatan seni, yang bertujuan untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan koleksi seni rupa sebagai sarana edukasi-kultural dan rekreasi, serta sebagai media peningkatan kreativitas  dan apresiasi seni.

Galeri Nasional Indonesia
Yang membuat saya tertarik berkunjung ke sini adalah karena saya mendapatkan informasi bahwa di Galeri Nasional Indonesia ini ada pameran lukisan. Yap, pameran lukisan, tapi bukan pameran lukisan biasa lho! Lukisan yang dipajang di Galeri ini merupakan lukisan koleksi Istana Kepresidenan RI. Tahu sendiri bagaimana sulitnya untuk bisa masuk ke Istana Kepresidenan, apalagi untuk melihat lukisan yang dipajang di sana. Makanya ini merupakan kesempatan besar bagi saya untuk melihat lukisan apa saja yang biasanya ‘mejeng’ di Istana Kepresidenan ini :D  

Sekitar jam 10 pagi, saya dan beberapa sahabat dari jadimandiri sudah sampai di Galeri Nasional, karena galeri ini memang mulai buka jam 10 pagi dan tutup jam 8 malam. Oya, patut kamu ketahui nih, ada beberapa peraturan yang harus dipatuhi, jika ingin berkunjung ke Pameran Lukisan Koleksi Istana ini. Pengunjung tidak diperkenankan membawa tas, tongsis, hewan peliharaan, menggunakan jaket, topi, dan kaca mata hitam ke ruang pameran. Tapi tenang, kita bisa menitipkan semua barang bawaan tersebut di tempat penitipan, yang dijamin keamanannya.

Yang boleh dibawa ke ruang pameran hanya dompet dan ponsel. DSLR atau kamera pocket gimana? Juga nggak boleh. Kemarin saya membawa kamera DSLR, dan itu tidak boleh dibawa masuk. Sehingga saya harus menitipkan kamera tersebut di tempat penitipan. Letak tempat penitipannya masih satu ruangan dengan loket registrasi. Jadi, setelah registrasi, kita bisa langsung menitipkan barang, kalau memang ada barang yang harus dititipkan. Lalu saat keluar ruangan, tangan kita akan diberi stempel, agar bisa masuk ke ruang pameran.

Registrasi dulu ya :)
(Photo by @NegeriID)
Sebelum masuk ruang pameran, kita akan diperiksa lagi oleh petugas, untuk memastikan bahwa kita benar-benar tidak membawa semua benda yang dilarang untuk masuk. Oya, sampai lupa, selain benda yang saya sebutkan di atas, ada lagi nih peraturan yang harus dipatuhi selama berada dalam ruang pameran, seperti dilarang merokok, dilarang membuang sampah sembarangan, dilarang makan dan minum, dilarang berisik, dilarang menggunakan lampu blitz pada ponsel saat memotret, dan dilarang menyentuh lukisan. Peraturan ini dibuat demi keamanan dan kenyamanan selama berada di ruang pameran.

Di dalam ruang pameran ternyata sudah ada beberapa petugas, yang bakal memandu dan menjelaskan pada pengunjung informasi seputar lukisan yang ada di sana. Seperti lukisan paling besar yang saya temui saat baru memasuki ruang pameran ini nih. Petugasnya menjelaskan bahwa lukisan besar ini merupakan lukisan asli yang ditampilkan menggunakan layar LED. Saking besarnya, lukisan ini agak sulit untuk dibawa masuk ke dalam ruang pameran, karena pintu galeri yang tidak cukup besar. Lukisan tersebut juga sudah tua usianya, sehingga rentan untuk diangkut atau dipindahkan dari Istana Bogor ke ruang galeri.

Lukisan "Perkawinan Adat Rusia" karya Konstantin Egorovick Makovski
Lukisan besar yang diberi judul ‘Perkawinan Adat Rusia’ ini merupakan karya pelukis Rusia, Konstantin Egorovick Makovski, yang dibuat pada tahun 1881. Pada tahun 1956, Presiden Rusia memberikan lukisan ini pada Presiden Soekarno sebagai hadiah. Lukisan ini kemudian dipajang di ruang kerja presiden di Istana Bogor.  

Dari petugas, saya mengetahui bahwa pameran ini merupakan pameran kedua yang diselenggarakan oleh Kementerian Sekretariat Negara. Pameran yang diberi tema "Senandung Ibu Pertiwi" ini digelar dalam rangka menyambut Hari Kemerdekaan RI yang ke-72 tahun. Pameran pertama dilakukan tahun sebelumnya, dengan memamerkan 28 lukisan koleksi Istana Kepresidenan. Untuk tahun ini jumlahnya bertambah menjadi 48 lukisan. Penambahan ini disebabkan karena kebanyakan lukisan yang ditampilkan sekarang, ukurannya lebih kecil dibandingkan ukuran lukisan tahun sebelumnya, yang banyak memakan tempat.

Suasana di ruang Pameran Senandung Ibu Pertiwi
Sesuai dengan Tema Senandung Ibu Pertiwi yang diangkat tahun ini, maka semua lukisan yang dipamerkan, dipajang per tematik. Ada 4 tematik yang diangkat, yaitu Keragaman Alam, Dinamika Keseharian, Tradisi dan Identitas, serta Khidmat dalam Kepercayaan dan Iman. Pada bagian Keragaman Alam saya melihat lukisan karya Bapak Abdullah Suriosubroto, yang merupakan ayah dari Bapak Basoeki Abdullah. Ternyata Bapak Basoeki Abdullah memperoleh bakatnya dari sang ayah ya *baru tau, hehe :)


Lukisan "Pemandangan di Sekitar Gunung Merapi" karya Abdullah Suriosubroto 
Lalu di bagian Dinamika Keseharian, saya melihat sebuah lukisan berjudul “Lelang Ikan” karya Pelukis Itji Tarmizi, yang menggambarkan kehidupan yang terjadi di keseharian para nelayan, dimana masih terjadi ketimpangan sosial di masyarakat. Kebanyakan lukisan di sini memiliki makna tersendiri. Bahkan ada juga lukisan karya Bapak Basoeki Abdullah yang berjudul “Pantai Flores”, yang ternyata merupakan gambaran pemandangan yang dilihat setiap hari oleh Bapak Soekarno selama berada di pengasingan, yang kemudian dituangkan dalam bentuk lukisan.

Lukisan "Lelang Ikan" karya Itji Tarmizi
Memasuki ruang bertemakan Tradisi dan Identitas, saya menemukan banyak lukisan wanita bersahaja dalam balutan kebaya. Ternyata pada masa kolonial Belanda dulu, penduduk diharuskan berpakaian sesuai dengan latar belakang etnisnya. Kebaya dapat digunakan oleh perempuan dari 3 etnis yang ada pada masa itu, yaitu pribumi, Tionghoa, dan Belanda, sehingga kebaya menjadi fenomena yang unik pada masa tersebut. Kebaya akhirnya muncul sebagai identitas bangsa Indonesia, dan menjadi atribut keseharian perempuan Indonesia. Wah, ternyata itu sejarah kebaya ya. Jadi bertambah wawasan saya nih :)


Lukisan "Wanita Berkebaya Hijau" karya M.Thamdjidin
Pada ruang yang bertemakan Khidmat dalam Kepercayaan dan Iman, saya menemukan lukisan Nyai Roro Kidul, yang dilukis oleh Bapak Basoeki Abdullah. Lukisan ini memiliki kisah unik dan misteri dibalik pembuatannya. Kabarnya, setiap wanita yang dijadikan model pada lukisan ini, tidak memiliki usia yang panjang. Cerita ini hanya mitos atau bukan? Entahlah…. Yang pasti, di ruang pameran ini, saya banyak menemui karya Bapak Basoeki Abdullah. Mungkin karena memang Bapak Soekarno sering memesan lukisan pada beliau ya.


Lukisan "Nyai Roro Kidul" karya Basoeki Abdullah
Banyak lagi lukisan lainnya, yang mengandung makna mendalam di setiap goresannya. Penasaran? Kamu bisa berkunjung ke Galeri Nasional Indonesia, dan melihat langsung semua lukisan koleksi Istana Kepresidenan RI ini. Pameran Senandung Ibu Pertiwi masih dibuka hingga 30 Agustus 2017 nanti. Pamerannya terbuka untuk umum, serta tidak ditarik biaya alias gratis, untuk bisa masuk ke ruang pameran. Yuk, berkunjung ke Galeri Nasional :)  


Foto : Pribadi

  • Share:

You Might Also Like

7 comments