Forum Diskusi Philips Indonesia |
Secara berkala, Philips Indonesia
rutin menyelenggarakan sebuah forum diskusi, dengan mengundang teman-teman dari
media, blogger, dan narasumber yang kompeten di bidangnya. Bulan ini, tepatnya
hari Jumat, 13 April 2018 kemarin, Philips Indonesia kembali mengadakan diskusi
dengan tema “Peran Teknologi dalam Meningkatkan Akses Kesehatan”. Kegiatan ini
sekaligus dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Sedunia, yang dirayakan tiap
tanggal 7 April.
Dalam forum diskusi yang
diselenggarakan di D.Lab Jakarta tersebut hadir Bapak Suryo Suwignjo, selaku
Philips Indonesia President Director, dan Bapak Fajaruddin Sihombing, SE,
selaku Kompartemen JKN ARSSI. Seharusnya ada dr. Andi Afdal Abdullah, MBA, AAK,
selaku Deputi Direksi Bidang Jaminan Pembiayaan Kesehatan Rujukan juga yang
hadir. Namun beliau berhalangan datang karena mendadak harus mengikuti meeting penting bersama atasan beliau.
Sebagai informasi saja, ternyata
Bapak Suryo merupakan orang Indonesia pertama yang menjabat sebagai Presiden
Direktur Philips Indonesia, tepatnya sejak tahun 2014 lalu. Oya, sesuai dengan
tema Hari Kesehatan Sedunia 2018, yaitu Universal Health Coverage, dengan
slogannya “Health for All”, dalam hal ini WHO ingin masyarakat dunia menyadari
akan pentingnya cakupan kesehatan universal dan kemudahan akses pelayanan
kesehatan.
Pada prinsipnya kesehatan
merupakan masalah semua orang, tidak saja Indonesia namun semua negara di
dunia. Tak bisa hanya pemerintah saja yang turun menanggulangi masalah
kesehatan ini, tapi juga semua elemen masyarakat sebaiknya ikut berpatisipasi
di dalam penyelenggaraan layanan kesehatan agar dapat menjadi lebih baik lagi. Hal
ini disadari juga oleh Philips Indonesia sebagai penyedia layanan kesehatan.
Bapak Suryo |
“Tujuan kita menfasilitasi kegiatan
seperti forum diskusi ini, adalah untuk memberi edukasi, sekaligus mengingatkan
mengenai hal-hal yang sebaiknya dilakukan namun ternyata belum dilakukan, salah
satunya adalah mengenai teknologi. Kita sering lupa bahwa ada beberapa hal di
aspek kehidupan kita yang terbantu dengan adanya teknologi ini,” jelas Bapak
Suryo.
Menurut Bapak Suryo lagi, masalah
layanan kesehatan di Indonesia itu selalu dikaitkan dengan accessibility, yaitu akses terhadap layanan kesehatan. Walaupun rumah
sakit, khususnya rumah sakit spesialis sudah mulai banyak, namun keberadaannya
masih mengelompok di satu wilayah yang notabene adalah kota-kota besar. Bagi
masyarakat yang tinggal di tempat terpencil, maka akses ke rumah sakit ini
tidaklah mudah, walaupun mereka memiliki kartu JKN.
Selain masalah akses, ada masalah
capability juga, yaitu tenaga
kesehatannya, khususnya dokter spesialis yang biasanya berkumpul di kota-kota
besar. Masalah lainnya adalah capacity,
yaitu kapasitas yang ada di rumah sakit. Walaupun rumah sakitnya ada di daerah
tersebut, namun karena alatnya kurang, menyebabkan pasien mengantri dalam waktu
yang cukup lama. Affordability, yaitu
apakah pasien bisa terjangkau untuk berobat. 4 hal ini dianggap masih menjadi kendala
dalam pelayanan kesehatan di Indonesia.
Philips sebagai penyedia alat
kesehatan dan teknologi mencoba untuk berkontribusi dalam mengatasi masalah layanan
kesehatan di Indonesia. Walaupun mungkin tidak secara menyeluruh bisa menguraikan
masalah ini, namun Philips berupaya menjangkau area-area tertentu yang menjadi bidang
keahliannya. Beberapa kontribusi berupa solusi yang diberikan Philips dalam
layanan kesehatan adalah :
Philips
Lumify
Lumify diperkenalkan oleh Philips
pada Desember 2017 lalu. Dengan Lumify, user
akan mendapatkan kualitas pencitraan/ gambar yang luar biasa jernihnya. Alatnya
dapat terhubung dengan perangkat pintar, seperti aplikasi mobile, teknologi
transduser ultrasound, layanan IT, dan dukungan terpadu, yang dapat membantu
penyedia layanan kesehatan dalam meningkatkan layanan perawatan pasien, plus
lebih hemat biaya.
Philips
IntelliSpace Portal 8.0
IntelliSpace Portal 8.0 merupakan
solusi visualisasi dan analisa mutakhir yang menawarkan pendekatan 3 langkah
sederhana. Alat ini dapat memberikan gambaran komprehensif pasien pada petugas
kesehatan, sehingga petugas bisa fokus ke hal lain yang lebih penting, seperti
deteksi cepat. Diagnosa tepat, dan tindak lanjut yang lebih efisien.
Diakui oleh Bapak Fajar, bahwa
dalam kenyataannya rumah sakit swasta, rumah sakit spesialis, dan rumah sakit
besar di Indonesia memang masih terpusat di kota-kota besar. Dengan 17 ribu
pulau yang tersebar di seluruh Indonesia, akses dengan kondisi medan yang
sedemikian rupa menjadi kendala dalam memberikan layanan kesehatan pada
masyarakat yang tinggal di pelosok desa. Tanpa bantuan teknologi, mungkin niat
Indonesia untuk bisa mencapai Universal Health Coverage belum bisa terpenuhi.
Bapak Fajar |
“Dalam kepesertaan mungkin kita
bisa memenuhi Universal Health Coverage, dengan 195 juta lebih penduduk yang
memiliki kartu BPJS/ JKN. Namun dalam hal memberikan akses layanan kesehatan
bagi seluruh penduduk, apalagi yang tinggal di pelosok dengan aksesnya yang
tidak mudah, tentu hal ini belum bisa terpenuhi,” jelas Bapak Fajar.
Menurut beliau dibutuhkan intensif
khusus dalam upaya memeratakan pelayanan kesehatan, baik fasilitas kesehatannya
maupun tenaga kesehatannya. Diperlukan terobosan-terobosan baru dalam
menanggulangi masalah pemberian layanan kesehatan bagi masyarakat secara
merata. Kemenkes sendiri sudah satu tahun ini menjalankan program wajib kerja
dokter spesialis, untuk ditempatkan di rumah sakit di daerah terpencil. Namun
selain itu masih banyak faktor pendukung lain yang mempengaruhi kualitas
pelayanan kesehatan ini.
Bantuan teknologi adalah loncatan
yang harus ditempuh, karena tanpa teknologi mungkin akan butuh waktu yang lebih
lama lagi, untuk mencapai pemerataan layanan kesehatan. Pemerintah perlu
bersinergi dengan semua stakeholder yang dapat mendukung peningkatan layanan
kesehatan, seperti dengan perusahaan swasta, serta dunia pendidikan yang dapat
memproduksi tenaga kesehatan yang nantinya akan mem-back up layanan kesehatan di semua lini. Inovasi teknologi pun
diharapkan dapat mengatasi berbagai kerumitan dalam alur dan akses layanan
kesehatan di Indonesia.
Foto : Pribadi
0 comments