Yuk, Merdekakan Pangan dan Kelaparan pada Balita
Bagaimana
dengan Indonesia? Apakah sudah gak ada masalah mengenai pangan? Sebagai negara
agraris dengan limpahan kekayaan alamnya, mestinya Indonesia tidak ada masalah
dengan pangannya. Namun kenyataannya, berdasarkan Indeks Kelaparan Global 2019,
Indonesia masih mengalami masalah kelaparan yang serius. Kenyataan ini memang
miris, di negeri yang subur ini masih banyak masyarakat yang kelaparan karena
kemiskinan.
Berdasarkan
faktor penyebabnya, kelaparan ini bisa dibagi menjadi dua, yaitu kelaparan karena
kemiskinan dan kelaparan yang tersembunyi. Kelaparan yang disebabkan karena
kemiskinan telah mengakibatkan sekitar 45-50% anak berangkat ke sekolah dengan
perut yang kosong.
Bisa
dibayangkan, bagaimana anak-anak ini bisa menyerap ilmu yang diberikan oleh gurunya
di sekolah, dengan kondisi perut kosong. Kondisi lapar menyebabkan anak tidak mampu
berkosentrasi dengan baik saat gurunya menjelaskan pelajaran. Makanya tak heran
jika kemudian anak tumbuh dengan ilmu dan pendidikan yang minim. Jika kondisi
ini dibiarkan terus menerus, bisa dipastikan seperti apa kualitas generasi muda
Indonesia ke depannya.
Sedangkan
kelaparan yang tersembunyi atau hidden hunger merupakan fenomena “kelaparan”
nutrisi pada anak, yaitu anak yang tumbuh dengan gizi yang kurang, yang mengakibatkan
anak tumbuh pendek atau stunting. Sebenarnya kebanyakan hidden hunger
terjadi karena faktor kemiskinan juga. Namun tak menutup kemungkinan juga ada
anak dari keluarga yang mampu, yang kekurangan vitamin dan mineral, karena
kebiasaannya mengkonsumsi satu jenis makanan saja. Sehingga kebutuhan gizi
untuk tubuhnya tidak seimbang dan tidak tercukupi dengan baik.
Kondisi
ini diperparah lagi dengan kehadiran pandemi Covid-19, yang telah meluluh
lantakkan hampir seluruh perekonomian dunia. Semua terkena dampaknya, mulai
dari usaha besar hingga usaha menengah dan kecil. Ini tentu saja menambah sulit
kehidupan masyarakat kecil dan juga masyarakat yang kurang mampu, untuk bisa menyediakan
pangan sehat untuk keluarganya. Bisa dibayangkan bagaimana akibatnya, yaitu
angka kelaparan, terutama pada balita yang terus meningkat.
Inilah
yang membuat Foodbank of Indonesia (FOI) tergerak untuk ikut membantu
masyarakat dalam mencari solusi, khususnya dalam hal penanganan masalah pangan
dan gizi. Jauh sebelum pandemi pun FOI telah berkomitmen untuk membantu, dengan
cara meredistribusikan makanan berlebih sebagai upaya untuk mencegah
kemubaziran pangan, dan membuka akses pangan bagi kelompok rentan, salah
satunya adalah para balita di Indonesia.
Organisasi
nirlaba yang sudah berdiri sejak 21 Mei 2015 ini terus konsisten membantu
masyarakat untuk mendapatkan akses pangan secara adil, khususnya pada kaum
dhuafa dan anak-anak. Misalnya melalui berbagai program pendampingan masyarakat
berbasis pangan yang telah berjalan sejak lama, seperti program Sayap dari Ibu
(SADARI), program Mentari Bangsaku (MBI), dan program Pos Pangan.
Baru-baru
ini FOI menggelar kampanye “Aksi 1000 Bunda untuk Indonesia”, dengan mangajak
masyarakat bergerak untuk memerdekakan balita dari kelaparan. Hingga saat ini sudah
ada sekitar 5.800 bunda yang telah bergabung bersama FOI di “Aksi 1000 Bunda
untuk Indonesia”, untuk membuka akses pangan bagi 52 ribu anak yang tersebar di
seluruh wilayah di Indonesia.
Dalam
rangka memperingati Hari Pangan Sedunia, dan meningkatkan awareness atau
kesadaran masyarakat mengenai kelaparan pada balita, serta bagaimana upaya
pencegahannya, FOI menggelar kegiatan Rembuk Pangan Indonesia pada hari Kamis,
15 Oktober 2020 kemarin. Rembuk Pangan yang ke-4 ini mengusung tema “Cegah
Kelaparan Balita di Negeri Bahari”. Acara digelar secara virtual, dengan
menghadirkan para narasumber dari berbagai sektor yang terkait dengan gizi dan
pangan.
FOI selenggarakan Rembuk Pangan Indonesia ke-4 secara virtual |
“Di dalam
Indeks Kelaparan Global juga menunjukkan bahwa anak-anak di dalam keluarga menjadi
kelompok yang rentan dalam hal pembagian makanan. Ini karena mereka tidak
memiliki kekuasaan untuk mengambil keputusan sendiri, dan semua harus tergantung
pada orang-orang dewasa di sekelilingnya. Seringkali kepentingan mereka
dikalahkan, karena mereka juga masih sulit mengartikulasikan kepentingannya,” ujar
Pak Hendro mengawali kegiatan Rembuk Pangan.
Menurut
Pak Hendro lagi, berdasarkan data, kebanyakan anak dengan stunting terjadi di
daerah-daerah penghasil pangan, dimana semestinya anak-anak bisa memperoleh
pangan sehat, tanpa pengaruh kemampuan daya beli atau ekonomi keluarganya. Beda
dengan diperkotaan yang semua tergantung dari kemampuan daya beli masyarakatnya
untuk memperoleh bahan pangan.
Rangkaian Kegiatan FOI untuk mengatasi permasalahan pangan di Indonesia |
FOI sendiri
memiliki 3 strategi yang dikemas dalam bentuk rangkaian kegiatan, untuk membantu
mengurangi permasalahan pangan, diantaranya dengan intervensi makanan seperti
memberikan makanan tambahan, seri edukasi, dan mendekatkan keluarga ke akses
pangan seperti akses ke makanan-makanan lokal.
Selanjutnya
Dr. Emy menjelaskan mengenai status balita di Indonesia saat ini, bagaimana
mengoptimalisasi pertumbuhan anak pada periode emasnya, serta upaya-upaya yang
dilakukan oleh seluruh komponen, baik pemerintah, badan usaha, organisasi,
media, dan masyarakat umum dalam mengatasi permasalahan pangan.
Dr. Emy |
Menurut
Dr. Emy, angka penderita stunting ini harus diturunkan, karena dapat
menyebabkan hambatan dalam perkembangan kecerdasan dan di kemudian hari dapat
menyebabkan penyakit kronis. Begitupun dengan masalah anemia pada ibu,
khususnya ibu hamil, karena dapat menyebabkan pendarahan dan kematian pada ibu
hamil, serta bayi BBLR (Berat Badan Lahir Rendah), yaitu bayi yang lahir dengan
berat rendah atau di bawah 2,5 kg, yang nantinya bisa mengakibatkan stunting
dan IQ rendah.
Periode
emas pertumbuhan anak terjadi mulai dari fase awal, yaitu mulai dari bayi berusia
0 bulan di dalam kandungan, hingga anak berusia 2 tahun. Periode emas ini
merupakan periode paling penting pada pertumbuhan anak, sehingga penting untuk
menjaga asupan gizi anak agar tercukupi dengan baik. Sehingga anak bisa tumbuh dan
berkembang dengan optimal.
Intervensi
yang dilakukan di banyak negara untuk mengatasi permasalahan gizi ini adalah
dengan memberikan makanan pendamping ASI setelah bayi berusia 6 bulan, perilaku
hidup bersih dan sehat, memberikan vitamin A, zinc, dan garam beryodium, dll
yang sudah diadakan sebelumnya oleh pemerintah.
Dalam
paparannya, Prof. Sri Raharjo dan Ir. Artati menyampaikan hal yang sama, yaitu sebagai
negeri bahari, Indonesia bisa menjadikan ikan sebagai alternatif pangan sehat
bagi masyarakat, terutama alternatif pangan utama bagi balita. Ikan dengan
kandungan gizinya yang tinggi, khususnya protein, dapat membantu menjaga
kesehatan tubuh, khususnya kesehatan otak. Ibu hamil bahkan dianjurkan untuk
mengkonsumsi ikan dengan kandungan omega 3 untuk membantu tumbuh kembang janin
dan menghindari bayi lahir cacat.
Menurut
Prof. Sri Raharjo konsumsi ikan masih kurang di masyarakat Indonesia. Mungkin
ini disebabkan oleh cita rasa dan aromanya yang kurang disukai atau alergi bagi
beberapa orang yang mengkonsumsinya. Untuk cita rasa dan aroma, ikan bisa
diolah dengan berbagai macam cara, sehingga makanan olahan ikan dapat menarik
minat anak. Pada sesi terakhir acara ada demo masak yang menampilkan bagaimana
caranya mengolah seafoods atau makanan laut menjadi makanan yang enak
dan menarik.
Peran
swasta seperti yang dilakukan oleh PT. Frisian Flag dan BJBR dalam mendekatkan
akses pangan pada keluarga dan peningkatan gizi anak tentu sangat membantu
dalam mengurangi permasalahan kelaparan dan gizi pada balita di negeri bahari
ini. Begitupun peran media seperti Katadata, yang menjadi motor dalam mengajak
masyarakat untuk bersama memerangi kelaparan pada balita.
Yuk, bersama
kita tuntaskan masalah kelaparan di negeri kita ini. Dengan cara bergotong
royong dan ikut berperan aktif, kita bisa wujudkan Indonesia Merdeka 100% dari
rasa lapar. Dengan begitu, kita dapat menciptakan generasi muda yang
berkualitas, yang dapat memajukan bangsa, serta membawa Indonesia menjadi
negara dengan masa depan yang lebih baik lagi. Amiiin 😊
0 comments