Begini Caranya untuk Mendukung UMKM di Indonesia
Sudah cukup lama rasanya saya mengenal Komunitas Topi Bambu. Kalau nggak salah sekitar tahun 2014 atau 2015. Saat itu saya dan teman-teman mengunjungi sebuah acara pameran di daerah Blok M, Jakarta. Nah, di sanalah saya berkenalan dengan Komunitas Topi Bambu.
Saya tuh memang suka dengan benda-benda
tradisional dan berbau etnik gitu. Jadi ketika datang ke acara tersebut, stand Komunitas
Topi Bambu seperti magnet yang menarik saya untuk datang menghampirinya. Masuk
ke dalam stand Komunitas Topi Bambu membuat saya takjub. Beragam karya dan
model topi bambu yang dipajang terlihat cukup unik, dan sepertinya jarang saya
temui.
Saya (kanan) saat mencoba salah satu topi unik buatan Komunitas Topi Bambu |
For your information,
Komunitas Topi Bambu berdiri di tahun 2011, yang dimotori oleh Agus Hassanudin.
Agus bersama dengan teman-teman pengrajin topi bambu dari Tangerang berusaha
untuk mengangkat kembali kejayaan topi tradisional dari Tangerang tersebut. Dia
melihat bahwa masyarakat Tangerang sudah membuat topi bambu sejak dulu, dan
mendapatkan keterampilan ini secara turun temurun dari nenek moyang mereka. Ini
menjadi potensi untuk menaikkan lagi pamor topi bambu khas Tangerang, sekaligus
menjadi jembatan untuk meningkatkan ekonomi masyarakat yang ada di Kabupaten
Tangerang.
Yup,
duluuu banget, ketika masih di zaman penjajahan Belanda, Tangerang terkenal
dengan kerajinan topi bambunya. Kala itu banyak orang Eropa yang tertarik
dengan kerajinan dari daerah ini. Pasti kalian sering kan melihat dari foto
atau video-video jadul gitu, dimana orang-orang Eropa dulu sangat gemar memakai
topi, mulai dari bahan kain, serat pandan, hingga bambu.
Saking sukanya, Tentara Belanda bahkan menjadikan
topi dari anyaman bambu ini sebagai bagian dari seragam wajibnya. Kalau sekarang,
kita bisa melihat bahwa kelompok Pramuka masih menggunakan topi dari anyaman
bambu ini sebagai topi Pramuka, walaupun beberapanya ada juga yang sudah
menggantinya dengan topi berbahan kain. Namun menggunakan topi berbahan bambu
ini terasa lebih elegan dan berwibawa deh!
Dengan kepopuleran topi bambu buatan masyarakat
Tangerang ini, tak heran jika kemudian topi bambu menjadi icon atau lambing dari
Kabupaten Tangerang. Produk kerajinan buatan pengrajin topi bambu laris manis
dibeli oleh bangsa Eropa. Tak sedikit masyarakat Eropa yang mengimpor langsung topi
bambu dari Tangerang, dan menjualnya kembali di negaranya.
Amerika pun gak ketinggalan. Pedagang Amerika
ikut memborong kerajinan topi bambu dari Tangerang. Bedanya, mereka kemudian memodifikasi
topi tersebut, seperti dengan memperindah tampilannya dengan cara menambahkan
lukisan di atasnya atau memotongnya. Lalu mereka menjual kembali topi-topi
tersebut dengan harga tinggi. Para aktor di negeri Paman Sam itu pun banyak
yang kepincut dengan topi bambu ini lho!
Agus Hassanudin, salah satu Founder Komunitas Topi Bambu |
Namun seperti roda yang berputar, kepopuleran
topi bambu ini pun mulai meredup karena perubahan tren fashion kala itu. Hal
inilah yang membuat Agus tergerak untuk membangkitkan kembali tren topi bambu
di masyarakat. Apalagi mengingat sejarah panjang topi bambu di Tangerang. Topi
bambu menjadi bagian penting dan tak terpisahkan dari kejayaan Kabupaten
Tangerang.
Bersama Komunitas Topi Bambu, Agus dan teman-teman
pengrajin topi bambu di Tangerang memiliki visi dan misi untuk memajukan
Tangerang melalui Komunitas Topi Bambu. Mereka ingin Komunitas Topi Bambu bisa
menjadi wadah dan media untuk memberdayakan masyarakat, khususnya warga Tangerang.
Ada beberapa prestasi yang sudah diraih oleh
Komunitas Topi Bambu. Diantaranya mendapatkan rekor dunia untuk topi dengan ukuran
diameter terbesar dan menjadi maskot Citudung. Sang founder juga mendirikan
Saung Topi Bambu ICHE, dengan menghadirkan koleksi topi bambu yang menjadi produk
sejarah maupun budaya sebelum kemerdekaan. Bahkan Komunitas Topi Bambu ini sudah
membangun Museum Heritage 1001 Topi Bambu dan mencanangkan Program 1001 Topi Bambu.
Diharapkan dari koleksi 1001 Topi Bambu ini dapat memberikan daya tarik wisata
heritage bagi Kabupaten Tangerang.
Topi buatan Komunitas Topi Bambu yang raih rekor dunia |
Lalu apa yang menjadi pembeda topi bambu dari
Tangerang ini dengan topi bambu lainnya? Menurut sang founder, anyaman topi
bambu khas Tangerang ini menggunakan teknik anyaman minitiang, sehingga
menjadikannya berbeda dengan topi bambu lainnya. Teknik menganyam ini diajarkan
secara turun temurun. Dari segi anyaman ini dapat dibedakan mana topi bambu
asli dari Tangerang dan mana yang tidak.
Sebagai wadah untuk memberdayakan masyarakat
Tangerang, Komunitas Topi Bambu terus berusaha membantu pelaku UMKM, khususnya
para pengrajin topi bambu. Bahkan sekarang produk kerajinannya tak hanya dalam
bentuk topi atau penutup/ pelindung kepala saja, namun juga merambah ke
berbagai jenis produk lain, seperti gelas, dompet, gantungan kunci, hingga
sepatu.
Agus, sebagai salah satu Founder dari Komunitas
Topi Bambu juga berinisiatif mendirikan Sekolah Bambu, yaitu sebuah pendidikan non
formal yang akan mengedukasi masyarakat untuk siap berwirausaha. Dalam Sekolah
Bambu ini nantinya masyarakat atau pesertanya akan diajarkan segala sesuatunya
yang berkaitan dengan bambu, misalnya mulai dari pembibitan bambu, cara membuat
konstruksi dari bambu, pembuatan anyaman, dan produk lainnya yang terbuat dari
bambu.
Namun, seperti yang kita semua ketahui, pandemi
telah memporakporandakan perekonomian dunia, termasuk Indonesia. Dampak yang
paling terasa adalah bagi UMKM. Tak sedikit pelaku UMKM yang kemudian gulung
tikar, karena sepi pembeli. Ini juga dirasakan oleh pelaku usaha kerajinan topi
bambu.
Dari informasi yang saya baca, UMKM menjadi
penyumbang terbesar PDB terbesar di negara kita. Persentasenya bahkan lebih
dari 60% dari total PDB Indonesia. Untuk menggenjot dan menggerakkan UMKM di
Indonesia, apalagi sejak melemahnya UMKM akibat pandemi, pemerintah terus melakukan
berbagai upaya. Diantaranya memberikan bantuan bagi UMKM yang produktif dan
penyaluran kredit usaha dengan subsidi bunga.
Nah, kita juga bisa ikut berkontribusi dengan cara
memberikan dukungan pada para pelaku UMKM tersebut. Salah satu bentuk dukungan
yang bisa kita lakukan adalah dengan cara membeli dan menggunakan produk-produk
UMKM. Dengan begitu roda perekonomian dapat terus berputar. Apalagi di era digital
ini, produk-produk UMKM bisa diperoleh dengan mudah di berbagai media sosial
dan marketplace.
Eits,
ternyata ada satu cara lagi nih buat mendukung UMKM kita, yaitu dengan membuat
konten melalui JNE Content Competition 2021. Dengan konten yang kita buat,
kita bisa memberikan edukasi pada masyarakat tentang pentingnya peran UMKM bagi
perekonomian Indonesia, dan bagaimana cara memberikan dukungan bagi UMKM ini.
JNE Content Competition 2021 yang diselenggarakan
oleh JNE bersama dengan Kompasiana ini mengusung tema “JNE Bersama UMKM
untuk Indonesia”. Siapa saja boleh ikutan lho, karena kompetisinya terbuka
untuk umum, jurnalis, bahkan karyawan JNE juga boleh ikut.
JNE Content Competition ini terbagi dalam
beberapa kategori, yaitu writing competition, photo competition, video
competition, dan design competition. Nah, kalian mau ikutan di kategori yang
mana nih? Yuk, ikutan! Kompetisi ini sudah dibuka sejak tanggal 6 Desember
2021, dan ditutup pada 31 Januari 2022. Berikut informasi mengenai JNE Content
Competition 2021 nya yaa….
SYARAT DAN KETENTUAN:
• Peserta telah terdaftar sebagai anggota
Kompasiana. Jika belum terdaftar, silakan registrasi terlebih dahulu di
Kompasiana.com.
• Akun yang sudah tervalidasi akan
diprioritaskan menjadi pemenang.
• Tulisan bersifat baru, orisinal (bukan karya
orang lain atau hasil plagiat), dan tidak sedang dilombakan di tempat lain.
• Konten tulisan tidak melanggar Tata Tertib
Kompasiana.
• Setelah tayang, Tim Moderator akan
memberlakukan kunci artikel pada artikel lomba Anda. Setelah dikunci, Anda
tidak dapat melakukan perubahan apapun pada artikel tersebut. Hal ini
diberlakukan demi menjaga sportivitas para peserta.
MEKANISME:
• Tema: JNE Bersama UMKM untuk Indonesia
• Kompasianer diminta untuk menuliskan tentang
pengalaman bagaimana JNE berkontribusi menunjang kebutuhan gaya hidup di era
digital, selain juga mendukung bergulirnya roda perekonomian Indonesia pada
level mikro (UMKM kuliner, tekno, fesyen/beauty, dsb) dengan menjembatani
kebutuhan stakeholders (konsumen, marketplace, fintech, dsb).
• Periode: 6 Desember 2021 - 31 Januari 2022.
• Tulisan minimal 500 kata dan tidak lebih dari
1.500 kata.
• Dalam setiap konten, peserta wajib
menyebutkan keyword: JNE
• Peserta wajib mencantumkan label JNE31tahun
dan JNEMajuIndonesia.
• Tulisan yang tidak sesuai dengan ketentuan
dan tema lomba tidak dapat diikutkan dalam kompetisi ini.
• Keputusan juri tidak dapat diganggu gugat.
• Apabila terjadi kecurangan, maka pihak
penyelenggara berhak menganulir pemenang atau mengeluarkan pihak yang
bersangkutan.
• Pemenang akan diumumkan paling lambat 14 hari
kerja setelah periode lomba berakhir.
HADIAH:
Juara 1: Rp 5.000.000
Juara 2: Rp 3.500.000
Juara 3: Rp 2.000.000
Gimanaa? Pasti tertarik yaa, karena selain dapat
mendukung para pelaku UMKM, kita juga berkesempatan untuk memenangkan JNE Content Competition
2021, dan mendapatkan hadiahnya. Untuk info lebih lengkap mengenai kompetisi
ini silakan meluncur ke microsite
ini. Sedangkan untuk pengiriman karya bisa kuy ke JNE Content Competition 2021 yes!
Sumber foto: topibambu.com dan suara.com
0 comments