Yuk! Perangi Kelaparan dan Kemubaziran Pangan bersama Foodbank of Indonesia
Semasa hidupnya, orang-orang mengenal nenek saya sebagai orang yang sangat hemat dan suka hidup sederhana. Walaupun memiliki sawah berhektar-hektar di kampung, namun itu tak membuat beliau memandang orang lain dengan sebelah mata. Mungkin ini berkat tempaan dari nenek buyut, sehingga beliau tumbuh dengan sifat seperti itu. Namun begitu, nenek terkenal galak atau lebih tepatnya tegas, sehingga beliau disegani oleh orang-orang di kampung dan juga preman-preman yang tinggal di sekitar rumah, hihi....
Di hari tuanya, nenek banyak menghabiskan waktunya
bersama keluarga mama yang merupakan anak semata wayangnya. Sesekali beliau
menyempatkan diri pulang ke kampung untuk menengok sawah, dan membersihkan
rumah yang ditinggalkan di sana. Oiya, walaupun sudah tua, fisik nenek
masih cukup kuat lho! Beliau biasa pulang pergi ke kampung sendirian. Orangnya tidak
mau diam, selalu ada saja yang beliau kerjakan. Bahkan di rumah, beliau sering
membantu mencuci pakaian seluruh keluarga. Bayangkan, dulu kan belum ada mesin
cuci. Namun beliau senang mengerjakannya.
Nah, biasanya kalau mau pergi, kemana pun itu, nenek
selalu mengajakku untuk ikut serta bersamanya, termasuk pulang kampung. Saya pun
dengan senang hati selalu mengekor kemana saja nenek pergi. Bagi saya nenek itu
orangnya sangat menyenangkan. Beliau suka mendongeng atau menceritakan
kisah-kisah nyata di masa kecilnya, dan sesekali menyelipkan nasehat bijak di akhir
ceritanya. Karena lebih sering menghabiskan waktu dengan nenek, tak heran jika saya
lebih banyak mendapatkan didikan dari nenek dari pada orang tua saya sendiri,
hihi....
Ada beberapa di antara nasehat nenek yang masih
saya ingat, dan saya kerjakan hingga saat ini. Seperti saat nenek mendongeng
tentang “nasi menangis”. Kata nenek, kita tidak boleh membuang atau meninggalkan
nasi sebutir pun di piring, karena itu akan membuat nasinya sedih dan menangis.
Agar jangan sampai ada nasi tertinggal atau bersisa di piring, maka saat mengambil
nasi, termasuk sayur dan lauknya, sebaiknya ambil secukupnya saja. Jika nanti masih
mau nambah, tinggal ambil lagi.
Makanan yang tidak habis, jika dibuang tentu akan mubazir.
Allah SWT tidak menyukai orang-orang yang membuang-buang makanan. Seperti yang
dijelaskan dalam Al-Quran, Surah Al-Isra, ayat 26, yang artinya: “Dan
berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang
miskin, dan orang yang dalam perjalanan, dan janganlah kamu
menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya orang-orang yang
pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan, dan syaitan itu sangat ingkar
kepada tuhannya.”
Mubazir di sini tak hanya dalam bentuk membuang
makanan yang kita santap, namun juga berupa bahan pangan, dan harta lainnya
yang kita miliki. Saya pernah mendengar cerita dari seorang teman, bahwa ada
orang yang lebih memilih menyimpan buah-buahan dan makanannya di kulkas sampai
busuk, dari pada membagikannya ke tetangga atau orang-orang yang tidak mampu. Naudzubillahi
min dzalik, semoga kita tidak termasuk ke dalam golongan orang-orang tersebut.
Aamiin ya Rabb.
LIMBAH MAKANAN, PENYUMBANG CLIMATE CHANGE
Ternyata climate change atau perubahan
iklim yang terjadi di bumi ini tak hanya disebabkan oleh polusi asap dan sampah
kimia saja, namun juga dari limbah makanan atau makanan yang dibuang tadi.
Walaupun sisa makanan ini termasuk ke dalam limbah organik, namun ia dapat menghasilkan
gas metan yang berbahaya bagi atmosfer. Fyi, karakter gas metan ini lebih
berbahaya dibandingkan karbon dioksida lho. Itulah sebabnya mengapa limbah
makanan disebut juga sebagai salah satu penyumbang emisi gas yang dapat
mengancam kondisi bumi.
Sayangnya, kita menjadi negara penyumbang limbah
makanan terbesar di dunia. Berdasarkan data dari Kementerian PPN/ Bappenas, sampah
makanan yang terbuang di Indonesia dari tahun 2000 – 2019 mencapai 23-48 juta ton
per tahun. Jika di rupiahkan, maka total uang yang terbuang dari limbah makanan
ini mencapai 213 hingga 551 triliun rupiah per tahun. Angka yang fantastis! Jadi
masalah limbah makanan ini tak hanya berdampak ke lingkungan saja, namun juga dapat
menyebabkan kerugian secara ekonomi.
Mirisnya, di tengah timbunan limbah makanan yang
menggunung ini ternyata masih banyak masyarakat kita yang kelaparan.
Berdasarkan data Global Hunger Index 2021, tingkat kelaparan di Indonesia
berada di urutan ketiga tertinggi di Asia Tenggara. Ironi memang, melihat betapa
tajamnya tingkat kesenjangan ekonomi di negara kita. Andaikan masyarakat yang
berlebih makanan dapat menyumbangkan makanan berlebih yang mereka miliki kepada
masyarakat yang kelaparan atau kekurangan makanan, tentu tak ada yang namanya
kelaparan di negeri ini.
Lalu dari mana saja limbah makanan ini berasal?
Tak hanya berasal dari sampah rumah tangga, limbah makanan juga berasal dari berbagai pasar tradisional, retail, restoran, perkantoran, hingga industri makanan. Sayur merupakan jenis makanan yang paling banyak dibuang. Ini mungkin karena sayur merupakan bahan makanan yang tidak tahan lama, walaupun ditaruh di kulkas. Lalu jenis makanan selanjutnya diikuti oleh nasi, daging, produk susu, dan ikan.
FOODBANK OF INDONESIA (FOI), PERANGI KELAPARAN DAN KEMUBAZIRAN PANGAN
Melihat kondisi ini, Foodbank of Indonesia (FOI) pun
tergerak untuk membantu mengatasi kesenjangan pangan di masyarakat, dengan cara
menjembatani antara masyarakat yang berlebih makanan dengan masyarakat yang
membutuhkan. Tak hanya kelaparan, FOI juga bergerak untuk membantu mengurangi
permasalahan malnutrisi yang saat ini juga menjadi permasalahan penting di
Indonesia.
Sejak berdiri di tahun 2015 hingga kini, FOI sebagai
lembaga bank makanan telah membantu lebih dari 40.422 anak-anak melalui 1.044
lembaga PAUD, SD, dan Posyandu. Selain itu, FOI juga bergerak membantu para
lansia, ibu menyusui, serta daerah-daerah yang tertimpa bencana. Untuk
melaksanakan kegiatan ini, FOI bergerak dengan bantuan dari para relawan, serta
bekerja sama dengan berbagai pihak, baik lembaga pemerintah maupun swasta.
PERINGATI HARI BUMI, FOI AJAK KOLABORASI SEMUA PIHAK
Memperingati Hari Bumi Sedunia 2022 yang jatuh
pada hari Jumat, 22 April 2022 kemarin, FOI atau Bank Pangan Indonesia mengajak
berbagai pihak untuk melakukan kolaborasi bersama menyelamatkan bumi,
mengurangi kemubaziran pangan dan mengakhiri kelaparan. Untuk melaksanakan misi
tersebut, FOI menggelar acara Media Gathering dan Buka Bersama di Loby Pasar
Tebet Timur, Jakarta Selatan pada hari Senin, 25 April 2022.
Peringati Hari Bumi Sedunia, FOI ajak kolaborasi semua pihak untuk kurangi kemubaziran pangan, menyelamatkan bumi, dan memerangi kelaparan (kiri-kanan: pihak Perumda Pasar Jaya, Super Indo, JNE, Pemprov DKI Jakarta, Founder FOI, Ketua Yayasan Lumbung Pangan Indonesia) |
Hadir pada acara tersebut beberapa lembaga pemerintah
dan swasta yang bermitra dengan FOI, diantaranya Kepala Dinas Ketahanan Pangan,
Kelautan, dan Pertanian DKI Jakarta, Suharini Eliawati; Direktur Utama Perumda
PD Pasar Jaya, Arief Nasrudin; Head of Corporate Affairs Lion Super Indo, Priyo
D Utomo; Head of Marketing Communication Division PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE), Doedi Hadji Sapoetra, para pedagang Pasar
Tebet Timur, serta relawan FOI. Dari FOI sendiri hadir M. Hendro Utomo selaku Founder
FOI, dan Wida Septarina selaku Ketua Yayasan Lumbung Pangan Indonesia.
Walaupun diiringi dengan turunnya hujan sore itu,
namun acara yang mengangkat tema “Kolaborasi & Kearifan Lokal: Lestarikan
Bumi, Akhiri Kelaparan” tersebut dapat berjalan dengan lancar hingga waktu
bedug magrib tiba. Ibu Suharini Eliawati atau yang akrab disapa Ibu Eli pun
menyempatkan diri untuk hadir walaupun dikepung hujan dan macetnya ibu kota
sore itu.
Acara bincang-bincang bersama mitra FOI |
Dalam sambutannya Ibu Eli mengajak teman-teman
pedagang di Pasar Tradisional Tebet Timur untuk bersama-sama mencari cara, bagaimana
agar makanan atau dagangan-dagangan yang bersisa bisa menjadi sesuatu yang
bermanfaat bagi orang lain. Beliau pun mengajak semua pihak untuk bekerja sama
mencari solusi sesuai dengan perannya masing-masing.
“Kami dari Pemprov DKI Jakarta saat ini sedang
menyusun Pergub nya, bahwa suatu ketika nanti tidak para pedagang saja, namun
juga perusahaan lain, dan bahkan kita targetkan para pelaku usaha makanan
matang juga,” tutur Bu Eli.
Selanjutnya Ibu Eli mewakili Pemprov DKI Jakarta
juga menyampaikan ucapan terima kasihnya kepada FOI. Dengan adanya Hari Bumi
ini beliau bisa memperingati sesuatu yang berbeda dari yang lain, karena biasanya
yang diadakan adalah kegiatan menanam bersama. Beliau pun sangat mendukung dan menyambut
baik kegiatan ini.
Sedangkan Bapak Arief menjelaskan bahwa memang
pasar tradisional ikut berkontribusi mengisi bak sampah di Jakarta 10 sampai
20% nya, dan kebanyakan itu merupakan sampah organik. Semua juga tahu bahwa di
negara kita masih banyak saudara-saudara yang berada di bawah garis kemiskinan
yang membutuhkan bantuan pangan. Menurut beliau memang perlu adanya yayasan
seperti FOI yang memperhatikan hal ini dan mau berkontribusi untuk memerangi
kemiskinan di Indonesia.
Selaku Founder FOI, Bapak Hendro berharap akan
lebih banyak lagi pihak yang mau bergerak bersama untuk mengurangi kemubaziran
pangan, menyelamatkan bumi, dan mengakhiri kelaparan di Indonesia. Beliau mengajak
semua pihak, termasuk pedagang di pasar tradisional untuk ikut berkolaborasi
dan melakukan aksi nyata bersama mengurangi kemubaziran pangan, sekaligus
mengakhiri kelaparan, dan menekan krisis iklim secara berkelanjutan.
“Selama kurang lebih 4 tahun ini, JNE dan Super
Indo merupakan mitra dari dunia usaha yang bekerja sama dengan FOI. Secara
rutin hampir tiap minggu Super Indo memberikan barang-barang keringnya pada FOI,
lalu diolah, dan kemudian diantarkan oleh teman-teman JNE ke seluruh kota,”
jelas Pak Hendro.
Acara kemudian juga diisi dengan kegiatan seremoni
berupa penyerahan bahan pangan berlebih dari pedagang Pasar Tradisional Tebet
Timur yang diwakili oleh Ibu Suratmi kepada Bapak Hendro dari FOI. Selanjutnya
bahan pangan tersebut diserahkan oleh Bapak Hendro kepada Relawan Dapur Pangan
FOI yang diwakili oleh Ibu Mega. Kegiatan serah terima ini merupakan simbolis gerakan
bersama untuk pencegahan kemubaziran pangan.
Seremoni penyerahan bahan pangan berlebih dari pedagang Pasar Tebet Timur kepada pihak FOI |
Seremoni penyerahan bahan pangan berlebih dari FOI kepada Relawan Dapur Pangan FOI |
Benar nasehat nenekku dulu, bahwa jangan sampai
membuat “nasi menangis sedih” karena kita menganggapnya remeh hingga membuangnya
begitu saja. Ia akan lebih bahagia jika dapat dinikmati hingga remah terakhir
oleh mereka yang lebih menghargai dan membutuhkannya. Tak ada salahnya memberikan
makanan berlebih yang kita punya, dari pada membuangnya begitu saja. Hal yang
kita anggap remeh tak berarti, akan sangat bermanfaat bagi orang lain yang membutuhkan.
Bahkan dapat menjadi penyambung hidup bagi mereka 😊
0 comments