“Eh, si Siti udah 2
tahunan kan nikahnya? Kok belum punya anak juga ya?”
“Mungkin emang belum
mau punya anak kali. Jangan julid ah!”
“Eh, bukannya julid, tapi emang kenyataannya begitu kan. Masa nikahnya aja udah telat gitu, masih belum mau juga punya anak sih?”
“Ish, Bu Tinah,
biarin aja, bukan urusan kita ini.”
“Kasihan itu orang
tuanya, pasti udah kepengen banget punya cucu. Eh, apa mandul ya?”
“Bu Tinaah, jangan
mulai gosip yang nggak-nggak. Gak baik ah!”
“Namanya juga
tetanggaan, Mbak. Kan kepengen tau juga info tentang tetangganya yang lain.”
“Udahan ah ngegosipnya.
Itu sayur ibu buruan dibayar, ntar keburu diambil orang lain.”
***
Itulah salah satu percakapan yang biasa saya
dengar saat sedang berbelanja sayur ke tukang sayur yang biasa nongkrong di
samping lapangan. Ada-ada saja yang dijadikan bahan gosipan oleh ibu-ibu yang
belanja di sana. Untungnya tukang sayurnya (ibu-ibu juga) sedang ‘bener’
kemarin, jadi gosipnya nggak begitu diladeni. Biasanya, hmmm....
Namanya netizen atau tetangga, bahkan orang
terdekat seperti teman dan keluarga besar pun terkadang memang selalu mencoba mencari
celah untuk dijadikan bahan omongan. Mulai dari yang masih gadis dan bujangan,
yang ditanyain kok masih belum punya pacar. Udah punya pacar, yang sering ditanyain,
kapan nikah. Udah nikah, yang ditanyain, kapan hamil dan punya anak. Udah punya
anak pun masih saja ditanya, kapan si kakak punya adik. Bahkan udah punya dua
anak, namun jenis kelaminnya sama, misalnya sama-sama cewek atau cowok, masih
juga ditanyain, lho! Kapan nambah lagi biar lengkap ada anak cewek dan cowok.
Duh!
Semua pengalaman ini pernah saya alami. Makanya saya
tak pernah menanyakan perihal seperti ini kepada siapapun, walaupun itu adalah
saudara kandung saya, karena saya tahu gimana rasanya jika ditanya-tanya
seperti itu. Mungkin bagi sebagian orang pertanyaan ini dianggap pertanyaan
wajar yang biasa aja, atau sekedar
becandaan. Namun mereka tidak tahu bagaimana perasaan orang yang ditanyai
tersebut. Tak semua orang mampu menahan perasaannya jika ditanya dengan pertanyaan
yang sebenarnya mereka sendiri juga ingin itu segera terjadi.
Ngomongin soal hamil aja, seperti percakapan di
tempat tukang sayur tadi. Kita sendiri nggak
tahu, mengapa Siti tidak atau belum hamil. Mungkin saja karena ia memang belum
mau memiliki anak, karena alasan tertentu. Atau bisa saja karena faktor lain,
sehingga ia belum bisa hamil. Walaupun biasanya orang menikah itu tujuannya
untuk membangun sebuah keluarga baru, namun ada juga beberapa orang yang setelah
menikah belum berencana untuk punya anak, atau yang belum belum beruntung bisa
langsung hamil dan punya anak.
Bayangkan bagaimana stresnya mereka yang ingin
punya anak, namun belum diberi rezeki tersebut. Ditambah lagi dengan omongan
orang-orang sekitar, bahkan tekanan dari orang terdekatnya, seperti saudara,
keluarga besar, bahkan mertua atau orang tua sendiri, yang selalu bertanya
kapan hamil, kapan hamil. Padahal tidak tau bagaimana perjuangan mereka untuk
bisa hamil dan punya anak. Jika tidak kuat mental dan iman, tentu ini bisa
bikin depresi dan gila. Mereka butuh dukungan, bukan tekanan dan pertanyaan. Please,
support #PejuangGarisDua
Untuk mereka yang memang sudah merencanakan untuk
belum punya anak, tak perlu dipertanyakan lagi mengapanya ya, karena mereka
pasti punya beberapa alasan tertentu untuk itu. Namun bagi yang belum dikasih
rezeki untuk hamil dan punya anak setelah menikah, ini bisa saja disebabkan oleh
berbagai faktor, diantaranya karena faktor usia, faktor genetik, obesitas, diabetes,
masalah kesuburan, gangguan hormon, PCOS, dan lain sebagainya. By the way,
ada yang tau apa itu PCOS?
PCOS, Bisa Hamil Alami Nggak ya?
Apa sih PCOS? Bagi pejuang garis dua pasti sudah
tidak asing lagi dengan istilah ini. Pada acara talkshow bersama Mayapada
Hospital dan Ovutest kemarin, tepatnya pada hari Sabtu, 3 Desember 2022,
bertempat di Ruang Auditorium Tower 1 Mayapada Hospital Jakarta Selatan, dibahas
mengenai PCOS ini, dan apa saja yang menjadi penyebab susah hamil. Melalui
acara ini, Mayapada Hospital sebagai salah satu rumah sakit terbaik yang
ada di Jakarta, Tangerang, Bogor, Surabaya, dan Bandung, ingin memberikan edukasi
kepada masyarakat luas mengenai kehamilan, khususnya seputar PCOS.
Talkshow bersama Mayapada Hospital dan Ovutest |
Hadir pada acara tersebut Ibu Grace Tahir selaku
Direktur Mayapada Hospital, sekaligus Co-Founder Everest Media; dr. Malvin Emeraldi,
Sp.OG(K)FER sebagai Dokter Spesialis Kandungan dan Kebidanan, sekaligus
Konsultan Subspesialis Fertilitas & Hormon Reproduksi dari Mayapada Hospital Jakarta Selatan,
serta Ibu Cherly Lim selaku Product Manager at PT. Danpac Pharma.
Di sini dr. Malvin menjelaskan bahwa kesuburan
pada wanita dengan PCOS lebih mudah ditangani daripada faktor penyebab lainnya.
Terutama faktor usia, dimana jumlah sel telur yang terus berkurang seiring bertambahnya
usia. Lalu apa PCOS itu? Dalam paparannya dr. Malvin menyampaikan bahwa PCOS (Polycystic
Ovary Syndrome) atau Sindrom Ovarium Polikistik adalah suatu kelainan pada
wanita, yang ditandai dengan adanya hiperandrogenisme dengan anovulasi kronik,
dan tidak disertai dengan kelainan pada kelenjar adrenal, maupun kelenjar
hipofisis.
Berdasarkan data global, terdapat 3,4% atau sekitar
116 juta wanita yang mengalami PCOS di seluruh dunia. Di Indonesia sendiri teridentfikasi
sekitar 105 wanita yang mengalami PCOS, dan mayoritas pasien berada di rentang
usia subur, yaitu 26 hingga 30 tahun. Selanjutnya dr. Malvin memaparkan hal apa
saja yang harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis bahwa seseorang itu
mengalami PCOS, diantaranya dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang lainnya.
Anamnesis
Anamnesis adalah kegiatan wawancara yang
dilakukan oleh dokter kepada pasien, untuk mendapatkan informasi mengenai
penyakit yang diderita, dan juga informasi lainnya yang berkaitan, sehingga
dapat mengarahkan diagnosis penyakit pasiennya. Untuk PCOS, biasanya dokter
akan menanyakan tentang siklus haid dan gejala klinik yang dirasakan oleh
pasien. Umumnya pasien PCOS mengalami Amenorrhea dan atau siklus haid yang tidak
teratur atau tidak normal, karena normalnya wanita haid setiap bulannya selama
5 hingga 9 hari, dengan siklus menstruasi 20 hingga 38 hari.
Sedangkan untuk gejala klinik, dapat dikenali
dengan munculnya jerawat yang banyak dan cukup parah (acne), kulit yang
menghitam pada lipatan tubuh, serta pertumbuhan rambut yang berlebih (hirsutism).
Pasien dengan obesitas pun mesti jadi pertimbangan klinik mengalami PCOS. Namun
anamnesis ini belum dapat ditegakkan jika belum didukung dengan pemeriksaan
fisik atau pemeriksaan penunjang lainnya.
Pemeriksaan Fisik
Setelah mendengarkan informasi dari pasien, maka
dokter biasanya akan melakukan pemeriksaan fisik untuk menunjang hasil anamnesis,
seperti memeriksa jerawat, serta kulit yang menghitam, pertumbuhan rambut di
tubuh, serta mengukur lingkar pinggang dan kenaikan berat badan pasien.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan lanjutan pun akan dilakukan jika dokter menduga itu adalah PCOS. Pemeriksaan laboratorium, seperti pemeriksaan darah untuk mengukur kadar hormon, gula darah, dan profil lipid. Selain itu dokter biasanya juga akan melakukan USG untuk memeriksa dinding rahim serta tampilan ovarium. Jika ditemukan 2 dari 3 gejala klinis, yaitu Amenorrhea/ Oligomenorhea, gambaran ovarium polikistik, dan hasil pemeriksaan laboratorium, maka barulah diagnosis PCOS dapat ditegakkan oleh dokter.
Lalu bagaimana? Apakah wanita dengan PCOS bisa
hamil? Tentu saja. Wanita yang mengalami PCOS menjadi tidak subur karena
tidak ada sel telur yang matang, sehingga tidak terjadi pertemuan antara sel
telur dengan sperma. Selain menyarankan untuk memodifikasi gaya hidup ke arah yang
lebih sehat, dokter biasanya akan melakukan beberapa pengobatan atau terapi,
seperti induksi ovulasi, kontrasepsi oral, insulin sensitizer, antiandrogen,
antiobesitas dan operasi bariatik, serta ovarian drilling. Pengobatan ini mungkin
tidak nyaman dan mudah bagi beberapa pasien, serta prosesnya pun bisa lama. Untuk
itu dibutuhkan komitmen, disiplin, dan keinginan yang kuat dari pasien PCOS
untuk bisa sembuh.
Dokter Malvin juga menjelaskan bahwa bagi beliau lebih
mudah menangani pasien PCOS yang sulit hamil karena berat badan berlebih.
Biasanya dokter akan menyarankan untuk menjalan pola hidup sehat, dengan
mengonsumsi makanan sehat berimbang, dan melakukan aktivitas fisik atau berolahraga
secara teratur. Tujuannya adalah untuk mempertahankan berat badan ideal, dan
untuk mengoptimalkan hasil hormonal. Biasanya jika sudah menjalankan hidup
sehat dan berat badan sudah mencapai berat yang ideal, secara otomatis kondisi
hormon akan ikut membaik, yang nantinya akan berimbas pada kualitas sel telur.
Namun begitu, saat pasien pertama kali memeriksakan
diri ke dokter dengan keluhan belum bisa hamil, dokter Malvin menyarankan agar pasien
datang bersama dengan pasangannya. Ini karena penyebab wanita belum bisa hamil mungkin
saja berasal dari pasangannya. Untuk memastikan hal tersebut, maka dokter pun
akan melakukan pemeriksaan atau analisa terhadap sperma suami.
Dokter Malvin pun menyarankan bahwa ada 3 modal dasar
yang bisa dilakukan wanita PCOS untuk hamil, yaitu dengan melakukan hubungan
badan di saat sedang berada pada masa subur, melakukan Inseminasi Intra Uterine
(IIU), dan ketiga adalah bayi tabung (IVF). Untuk modal pertama, dapat
dilakukan bagi pasangan dengan gangguan kesuburan kurang dari 2 tahun, dimana
wanitanya berusia kurang dari 35 tahun. Lalu kondisi kedua tuba bagus, rongga
rahim normal dan tidak terjadi penebalan, serta tidak ada gangguan kesuburan
dari faktor pria. Dengan kondisi ini, maka berhubungan badan pada masa subur
dapat meningkatkan kemungkinan hamil hingga 14 – 23% per siklus/ bulan.
Bayi tabung |
“Jika untuk bisa hamil secara alami dengan berhubungan pada
masa subur belum berhasil, maka bisa dicoba untuk melakukan IIU, dan pilihan
terakhir bisa dengan bayi tabung,” pungkas dr. Malvin.
“Saya PCOS, dan Bisa Hamil.”
Itulah
yang disampaikan Ibu Grace saat berbagi pengalamannya dalam talkshow kemarin.
Siapa sangka, Ibu Grace yang saat ini sudah memiliki 3 anak, ternyata dulu
pernah mengalami PCOS, bahkan depresi selama setahun. Tergolong telat menikah dalam
sejarah keluarganya, ternyata tak membuat Ibu Grace merasa kesulitan untuk
hamil anak pertamanya. Tak lama setelah menikah, Ibu Grace langsung dikaruniai sang
buah hati. Hal ini membuat beliau merasa santai dan berpikir untuk punya anak
itu urusan yang mudah. Beliau sudah punya rencana untuk bisa memiliki 3 anak
sebelum usia 33 tahun.
Ibu Grace (berdiri), berbagi pengalaman saat berjuang untuk hamil anak kedua |
Namun siapa sangka, di saat Ibu Grace sudah siap
dan ingin memiliki anak kedua, ternyata beliau kesulitan untuk hamil. Berbagai
cara dan pengobatan pun beliau lakukan untuk bisa hamil, namun hasilnya nihil.
Belum lagi mendengar pertanyaan dari orang sekitar yang seakan-akan menekan beliau
untuk segera hamil, ditambah dengan berbagai terapi dan pegobatan yang tidak menyenangkan
yang harus dijalankannya, membuat beliau depresi. Untunglah dukungan dari
keluarga dan suaminya dapat menguatkan beliau agar terus semangat, dan tidak mempedulikan
omongan orang lain.
“Saya bersyukur pada Tuhan karena memiliki
pasangan dan keluarga yang selalu mendukung saya. Saya pun berdamai dengan diri
saya, dan memutuskan tidak mau berjuang lagi untuk punya anak kedua. Namun di
saat saya sudah merasa nyaman dan tenang dengan kondisi saya, tiba-tiba saja
saya hamil anak kedua,” ungkap Bu Grace.
Selain kehendak dari Tuhan, beliau pun meyakini
bahwa kehamilan beliau ini pasti disebabkan oleh faktor lain, karena selama proses
pengobatan, beliau menjalankan pola hidup sehat, minum obat, dan melakukan berbagai
terapi. Menurut beliau mungkin saja ini merupakan efek dari semua itu. Semuanya
saling berkesinambungan, termasuk karena beliau tidak stres lagi dan berdamai
dengan dirinya sendiri, dengan tidak mempedulikan omongan dan pertanyaan dari orang
lain. Intinya, selain menjaga kesehatan fisik, untuk bisa hamil pun diperlukan
mental yang sehat.
“Kita sebagai wanita, bukan dilihat dari berapa anak yang kita punya, bukan harus memiliki sepasang anak cowok dan cewek. Yang penting kita sebagai wanita harus menyadari bahwa kita sudah berjuang sebisa mungkin. Jika tidak bisa, tidak usah dipaksakan. Jangan sampai ini mengganggu fisik dan mental kita,” ujar Bu Grace lagi.
So, bagi pejuang garis
dua, tetap semangat untuk berjuang ya! Don’t give up! Banyak yang
mendukungmu. Namun jangan lupa untuk selalu menjaga kesehatan fisik dan mental
ya. Dan well, untuk yang suka bullying, nyinyir, dan
bertanya-tanya, please stop! Miris
banget jika yang melakukan hal ini malah dari sesama wanita, yang mestinya bisa
saling support. Jika tidak bisa memberikan dukungan, lebih baik diam. Itu
sudah cukup membantu untuk tidak menjatuhkan mental orang lain.
2 comments