Aksi Siti Salamah untuk Sejahterakan Pemulung dan Atasi Masalah Sampah
Sampah menjadi satu persoalan dari tumpukan persoalan lainnya yang ada di Indonesia. Suatu permasalahan klasik, yang hingga saat ini masih sangat sulit diatasi. Salah satu yang menjadi penyebab utamanya adalah masih kurangnya kesadaran masyarakat akan dampak yang ditimbulkan dari sampah tersebut.
Pemandangan sampah yang berserakan
dimana-mana ini tak hanya bisa kita lihat dari berbagai unggahan foto maupun
video di media sosial, namun juga dapat disaksikan langsung di lingkungan
sekitar kita. Masih banyak masyarakat yang membuang sampah sembarangan. Ini
menunjukkan ketidakpedulian dan kurangnya kesadaran masyarakat terhadap
persoalan sampah.
Jika ditanya mengapa mereka membuang
sampah sembarangan, maka berbagai alasan pun dilontarkan, diantaranya, bahwa
sampah tersebut tidak menjadi tanggung jawab mereka, melainkan tugas pemerintah
dan petugas kebersihan. Lalu ada juga yang beralasan tidak tersedianya tempat
sampah di tempat tersebut, malas membuang sampah pada tempatnya, sudah banyak
sampah di sana, jadi nggak masalah jika ditambah satu sampah lagi, tak ada yang
tahu atau peduli jika mereka membuang sampah, tak akan kena denda, dan segudang
alasan lainnya.
Intinya pola pikir dan kebiasaan
membuang sampah sembarangan sudah melekat di benak sebagian masyarakat,
sehingga sulit untuk mengubah perilaku ini jika tidak didasari dari kesadaran
diri sendiri. Untuk mengatasi persoalan sampah ini tidak bisa dilakukan oleh
pemerintah saja, namun butuh peran serta dari semua pihak, termasuk masyarakat.
Sampah tidak saja dapat menimbulkan kerusakan pada lingkungan, namun juga dapat
membahayakan kesehatan. Sebab itu, penting bagi kita untuk menjaga lingkungan
agar tetap bersih, salah satunya dengan cara mengelola sampah dengan baik.
Pemulung Bukanlah
Sampah Masyarakat
Meskipun pekerjaannya memulung atau
memungut sampah, dan sering dipandang sebelah mata, bukan berarti pemulung
adalah sampah masyarakat. Mereka melakukan pekerjaan memulung sampah sebagai
mata pencaharian untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Walaupun sebagian
besar pemulung melakukan pekerjaan ini bukan atas dasar kesadaran dan
kepedulian mereka terhadap lingkungan, namun secara tidak langsung, pekerjaan
mereka mengumpulkan dan memilah sampah tersebut telah membantu mengurangi beban
sampah yang ada.
Umumnya, pemulung akan mengumpulkan
sampah-sampah yang dianggapnya masih berguna dan bisa didaur ulang, untuk
kemudian dijual ke pengepul. Dari sanalah mereka memperoleh penghasilan. Walau terkadang
hasilnya tak seberapa, namun bisa untuk menghidupi dirinya dan keluarga. Dengan
penghasilan yang hanya cukup untuk makan, tak heran jika anak-anak yang berasal
dari keluarga pemulung ini kebanyakan tak bersekolah. Anak-anak ini bahkan ikut
bekerja membantu orang tuanya memulung setiap harinya.
Banyak orang baik yang kasihan melihat
kondisi mereka, dan tak sedikit pula yang kemudian tergerak mengulurkan
tangannya memberikan bantuan. Ada yang membantu ala kadarnya, sesuai dengan
kemampuan yang mereka miliki. Namun ada juga yang memberikan bantuan cukup
banyak, namun tak berkelanjutan dan hasilnya tak begitu berdampak bagi
kehidupan para pemulung. Bahkan ada juga lho, yang membantu hanya sekedar untuk
konten semata. Duh!
Dari Rumah Pohon
Hingga Waste Solution Hub
Kemudian ada seorang perempuan berhati
malaikat, yang tergerak untuk membantu kehidupan para pemulung ini. Perempuan
tersebut bernama Siti Salamah. Bukan, Siti Salamah bukanlah seorang sultan yang
akan mengucurkan dana ratusan juta untuk membantu para pemulung. Ibarat
memancing, perempuan yang biasa disapa Siti ini ingin membekali keluarga
pemulung dengan kail, agar kelak mereka bisa memancing ikan sendiri.
Siti Salamah yang peduli terhadap nasib para pemulung |
Memberikan ikan yang siap masak atau siap
santap, bukanlah solusi yang tepat, yang dapat mengubah kehidupan keluarga
pemulung. Setelah ikan habis disantap, mereka akan kembali mengais sampah untuk
makan. ‘Kail’ yang dimaksudkan di sini adalah berupa pendidikan bagi anak-anak
pemulung. Jika anak-anak ini berhasil dalam pendidikannya, tentunya diharapkan
mereka kelak akan mendapatkan pekerjaan yang layak, hingga akhirnya mampu
mengangkat taraf hidup dan perekonomian keluarganya.
Apakah dalam upayanya ini Siti tidak
menghadapi kendala apa-apa? Oh, jangan salah. Siti berjuang cukup keras untuk
mewujudkan keinginannya memberikan pendidikan bagi anak-anak pemulung. Pandangan
dari beberapa keluarga pemulung terhadap pendidikan cukup memprihatinkan.
Mereka menganggap pendidikan itu tidak penting, membuang-buang waktu dan
tenaga, serta tak akan berpengaruh pada kehidupan mereka.
Walau banyak keluarga pemulung yang
menentang keinginan dan niat baiknya, namun Siti tetap gigih berusaha memberikan
pendidikan pada anak-anak pemulung. Perempuan kelahiran tahun 1988 ini merasa
bahwa masih ada keluarga pemulung yang akan mendukungnya. Pasti masih ada orang
tua yang ingin anak-anaknya belajar dan bersekolah, namun terkendala dengan
masalah finansial.
Pada tahun 2015, niat Siti untuk
memberikan pendidikan pada anak-anak pemulung pun di mulai. Ia yang saat itu
masih bekerja sebagai pekerja kantoran, menyempatkan diri sepulang kerja untuk
mampir ke pemukiman pemulung yang berada di wilayah tinggalnya, yakni di daerah
Tangerang Selatan.
Siti Salamah giat memberikan pendidikan pada anak-anak pemulung yang ada di Tangerang Selatan |
Sebagai permulaan, Siti memberikan pendidikan
agama atau mengaji pada anak-anak, dan mendirikan Taman Magrib Mengaji di lapak
para pemulung. Pendidikan non-formal dan spiritual yang diberikan pada
anak-anak ini diharapkan akan memberikan dampak baik pada pembentukan karakter
mereka. Dikutip dari detik.com, baru 2 minggu kegiatan ini berjalan, ternyata
sepak terjangnya terdengar oleh Kak Seto, seorang Psikologi Anak ternama di
Indonesia. Kak Seto mengajak Siti berkolaborasi dengan homeschooling miliknya.
Berkolaborasi dengan homeschooling Kak Seto |
Tentunya kolaborasi ini makin
memuluskan rencana Siti untuk memajukan keluarga pemulung melalui pendidikan.
Akses pendidikan, seperti program paket C pun terbuka lebar. Upaya Siti untuk
membawa anak pemulung mendapatkan pendidikan berjalan lancar. Ada yang sudah
lulus SMA dan kuliah. Bahkan ada juga yang menjadi guru.
Setelah usahanya ini berjalan lancar,
Siti pun berkeinginan untuk merangkak lebih jauh lagi, dengan memberdayakan
para pemulung. Taman Magrib Mengaji pun berganti nama menjadi Rumah Pohon,
dengan tujuan yang lebih besar lagi, yakni memberikan pendidikan dan
pemberdayaan bagi para pemulung.
Awalnya, Siti bersama dengan rekan-rekannya memberikan pembinaan pada ibu-ibu pemulung, agar mereka mampu berdaya dan mandiri secara ekonomi, sehingga dapat membantu keuangan keluarga.
Beberapa produk hasil daur ulang sampah yang dibuat oleh Ibu-Ibu Pemulung |
Lalu di penghujung tahun 2018, Siti dan
rekan-rekannya mendirikan sebuah startup yang diberi nama Waste Solution
Hub atau WasteHub. WasteHub menjadi sebuah wadah yang terintegrasi untuk
mengatasi permasalahan sampah yang ada di lingkungan sekitarnya. Layanan yang
diberikan bukan saja terkait pengelolaan sampah, namun juga pemberdayaan pada
kaum marjinal, dan edukasi pada masyarakat mengenai pengelolaan sampah yang tepat.
Dalam pengelolaan sampah, WasteHub melakukan
pendekatan sistem teknologi yang terintegrasi, yang melibatkan multi-pihak. Jika
selama ini para pemulung menjual hasil pulungannya ke pengepul kecil dengan harga
yang kecil juga, maka dengan adanya WasteHub, sampah dari para pemulung akan diberikan
langsung ke pengepul besar dengan harga jual yang cukup besar. WasteHub mampu
memotong proses penjualan menjadi lebih singkat, sehingga para pemulung akan
mendapatkan hasil dua kali lipat dari yang biasanya mereka peroleh.
Dalam aktivitasnya, WasteHub membuat
beberapa program, diantaranya:
- Pengelolaan Sampah
Event dan Cluster Perumahan, yang dilakukan dengan proses end-to-end untuk
menambah nilai berkelanjutan.
- Pelatihan
Intensif Pemulung, yang dilakukan untuk memberikan peluang tambahan dan
keterampilan.
- Program
Konsultan Keberlanjutan, yang bertujuan untuk menghilangkan risiko dan tetap berkelanjutan,
sebagai proyek #lesswaste, bahkan jika bisa #zerowaste.
Berbagai program pelatihan tentang bagaimana
cara memilah sampah dari rumah, komplek kecil, hingga sekolah terus dilakukan
WasteHub guna mensosialisasikan pada masyarakat pentingnya untuk berkontribusi
dalam menjaga lingkungan. Hal-hal kecil yang bisa dilakukan oleh setiap orang,
namun memberikan dampak yang sangat besar bagi kesehatan dan lingkungan.
Hingga tahun 2022, WasteHub telah mengelola
lebih dari 4.388 kg sampah, dan memberdayakan lebih dari 1.222 pemulung yang
berada di daerah Tangerang Selatan. Para pemulung menjadi mitra bagi WasteHub. Targetnya,
WasteHub bisa memiliki 10.000 mitra pemulung, dengan pendapatan meningkat
hingga 100 persen, dapat mengelola hingga 1.000 ton sampah per hari,
menghasilkan lebih dari 1.000 produk daur ulang, hingga mengembangkan lebih
dari 10 area pusat daur ulang pembelajaran di seluruh Indonesia.
Kepedulian Siti
Berbuah Penghargaan SATU Indonesia Awards
Kepedulian Siti terhadap nasib para pemulung,
serta kiprahnya dalam membuka akses pendidikan bagi anak-anak pemulung,
pemberdayaan kaum marjinal, dan solusi untuk permasalahan sampah, membuat
namanya dikenal sebagai tokoh yang menginspirasi, hingga mendapatkan
penghargaan SATU Indonesia Awards tahun 2021.
Penghargaan yang diselenggarakan oleh
Grup Astra tersebut diberikan kepada individu maupun kelompok inspiratif, sebagai
bentuk apresiasi Astra bagi anak bangsa yang telah berkontribusi dalam mendukung
terciptanya kehidupan berkelanjutan, baik di bidang Kesehatan, Pendidikan,
Lingkungan, Kewirausahaan, dan Teknologi, serta satu kategori kelompok yang
mewakili lima bidang tersebut.
Dalam 12th SATU Indonesia
Awards 2021, Siti berhasil masuk dalam daftar penerima penghargaan tingkat
nasional untuk Kategori Kelompok yang mewakili lima bidang sekaligus, yaitu
Kesehatan, Pendidikan, Lingkungan, Kewirausahaan, dan Teknologi. Siti Salamah
memang perempuan hebat, yang mampu menginspirasi banyak orang lewat aksi
nyatanya.
Siti dalam 12th SATU Indonesia Awards 2021 |
Seiring dengan semangat Sumpah Pemuda,
di tahun ini Astra kembali menggelar ajang 14th SATU Indonesia
Awards 2023, dengan mengusung tema “Semangat Untuk Hari Ini dan Masa Depan
Indonesia”. Hingga saat ini sudah ada 565 penerima SATU Indonesia Awards, yang
terdiri dari 87 penerima tingkat nasional, dan 478 penerima tingkat provinsi,
serta 170 Kampung Berseri Astra, dan 1.060 Desa Sejahtera Astra.
Semangat Astra Terpadu Untuk Indonesia atau SATU Indonesia merupakan langkah nyata Grup Astra untuk berperan aktif, serta dapat berkontribusi dalam meningkatkan kualitas masyarakat Indonesia melalui karsa, cipta, dan karya terpadu dalam produk dan layanan karya anak bangsa, Instan Astra yang unggul, serta kontribusi sosial yang berkelanjutan untuk memberikan nilai tambah bagi kemajuan bangsa Indonesia. Semoga tahun ini akan banyak lagi Siti Siti lainnya yang hadir meramaikan kancah 14th SATU Indonesia Awards 2023.
Referensi:
Sumber data dan foto dari Canva, akun media sosial Siti Salamah, wastehub.id, inews.id, dan Radio Idola Semarang
0 comments