Membatik Mangrove di Pesisir Pangkal Babu

By Dewi Sulistiawaty - Oktober 12, 2024

 batik mangrove Pangkal Babu Qorry Oktaviani

Ombak berkejaran ke tepian pantai

Gulung menggulung tiada henti

Teriris seiris terbawa pergi

Tinggalkan luka menyayat hati

Apakah kamu peduli?

Aku peduli, namun itu perlu bukti

Kusemai bibit di bibir yang menganga

Kumantrai hidupnya kembali menggila

Lalu aku jatuh cinta

Pada ranum hijau bibirnya

Pada aromanya yang membuatku gila

Yang buncahkan harapan di dada

Mangrove oh mangrove

Tetaplah perkasa di sana

Biarkan laut membelai indah lembutmu

Karena ini bukan tentang aku dan kamu

Ini tentang hidup di alam semesta

(Catatan Aku untuk Mangrove Lestari, 11 Oktober 2024)

 

Empat bait puisi itu tiba-tiba saja tercipta di saat aku mau bercerita tentang mangrove, atau yang lebih dikenal dengan sebutan bakau itu. Lalu dari sekian banyak topik di muka bumi yang bisa diceritakan, mengapa harus tentang mangrove? Dengarkan, dengarkanlah wahai kawan ceritaku ini.

Aku adalah anak pantai. Lahir dan besar di pesisir pantai Kota Padang yang menghadap langsung ke lautan lepas Samudera Hindia. Suara deburan ombak sudah menjadi musik penghantar tidur bagiku. Hingga akhirnya suara bising mesin mulai pudarkan suara indahnya. Pantai yang dulu terbilang luas, kini nampak menciut terkikis air laut, hingga menyisakan sedikit daratan dari bibir pantai. Deretan bebatuan kali berukuran besar yang sengaja ditumpuk membelah lautan, nampaknya tak cukup untuk melindungi pantai dari terjangan air laut.  

Pasir pantai yang luas itu, tempat dimana biasanya aku dan kawan-kawanku bermain dan berlarian semasa kecil dulu telah tiada. Yang tersisa hanya secuil kenangan yang kadang mengintip dari balik hempasan ombak. Masyarakat yang tinggal di sekitar pantai pun satu persatu mulai beranjak pergi, meninggalkan rumah tempat mereka lahir dan dibesarkan. Entah mereka merantau ke negeri orang, atau mencari tempat tinggal lain yang lebih aman dari jangkauan abrasi air laut.

Tak ada lagi nelayan yang sibuk menarik sampannya ke tepian, merapikan jala yang usai digunakan, sambil menghitung hasil tangkapan, lalu menjualnya kepada para pedagang. Tak ada pula ibu-ibu ramah yang sering bersenda gurau sambil menjemur ikan di halaman, dengan tumpukan tempurung kelapa di samping rumahnya. Dan aku merindukan masa-masa itu. Sangat merindukannya.

Itulah salah satu dari sekian banyak alasan mengapa aku memilih topik mangrove, jenis tanaman yang memiliki beragam manfaat, termasuk menjaga pantai dari abrasi air laut. Apalagi negara tempat aku bernaung ini, yang merupakan negara kepulauan, dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia. Dengan begitu, harusnya lingkungan pantai, termasuk ekosistem laut dan kehidupan masyarakat yang tinggal di sekitarnya bisa terus dijaga agar tetap harmonis dan lestari.

     

Mangrove dan Batik, Perpaduan Alam dan Budaya yang Memesona

Bersyukurnya, aku tak menggalau sendiri. Ternyata banyak juga orang yang berpikiran sama denganku. Mereka sangat mengkhawatirkan kondisi lingkungan pantai yang mulai rusak. Mulai dari masalah sampah di pantai dan laut, berkurangnya terumbu karang, terganggunya kehidupan biota laut, hingga masalah abrasi air laut dan perekonomian masyarakat yang tinggal di sana.

qorry oktaviani pelestari mangrove dan batik pangkal babu jambi
Qorry Oktaviani, pelestari mangrove dan batik Pangkal Babu

Salah satu dari masyarakat yang peduli dengan kondisi lingkungan di pesisir pantai itu adalah Qorry Oktaviani, seorang perempuan lulusan pedidikan biologi dari Universitas Andalas (Unand) Sumatera Barat. Ketertarikannya pada lingkungan tak hanya karena latar belakang pendidikannya yang memang banyak berkecimpung dengan alam, namun juga karena kecintaannya pada lingkungan.

Qorry memulai perjuangannya sebagai aktivis lingkungan setelah ia lulus kuliah, tepatnya sejak ia melakukan kuliah lapangan di daerah Jambi. Ia saat itu ditempatkan di daerah Pangkal Babu, Tanjung Jabung Barat, Jambi yang merupakan kawasan yang kaya akan mangrove. Di sana lah perempuan kelahiran Solok, 3 Oktober 1994 tersebut mulai menunjukkan ketertarikannya pada tanaman mangrove.

Saking berkesannya selama tinggal di daerah tersebut, Qorry pun mengabadikannya dalam bentuk puisi. Rangkaian puisi-puisinya ini bahkan dikumpulkan menjadi sebuah buku yang diberi tajuk Melawai Kata di Embung Pangkal Babu. Berbagai kisah yang tergambar dalam puisi tersebut seakan mengajak pembacanya untuk ikut bertualang ke Pangkal Babu, sebuah daerah yang terletak di sebelah timur pantai Sumatera, tempat di mana Qorry memulai petualangan hidupnya.

Sebagai mahasiswa lulusan biologi, pengetahuan Qorry mengenai tanaman mangrove tentunya cukup banyak. Ia paham betul bahwa mangrove tak hanya menjadi tanaman pemanis di daerah perairan atau tanaman yang hanya dimanfaatkan kayunya sebagai bahan bangunan, seperti yang ia lihat di daerah Pangkal Babu.

Masih banyak masyarakat di sekitar kawasan tersebut yang menjadikan mangrove sebagai lahan tambak, perkebunan, dan bahkan menebang tanaman mangrove untuk dijadikan bahan bangunan. Padahal menurutnya mangrove itu memiliki banyak potensi yang bisa dimanfaatkan, baik untuk kehidupan masyarakat sekitar, maupun untuk keberlanjutan lingkungan yang lebih lestari.

Hal inilah yang kemudian menggerakkan Qorry untuk melakukan pendampingan, serta mendorong masyarakat untuk memanfaatkan sumber daya alam yang ada, termasuk cara mengelola tanaman mangrove yang lebih berkelanjutan. Bahwasanya mangrove di Pangkal Babu harus tetap terjaga, karena tanaman ini tak hanya menjadi habitat bagi biota yang hidup di wilayah perairan tersebut, namun juga menjadi pelindung untuk menekan laju intrusi air laut ke arah daratan.

qorry melestarikan bakau tanaman mangrove di pangkal babu jambi
Menanam bibit bakau di sepanjang perairan Pangkal Babu

Qorry pun mengajak masyarakat untuk mengolah sumber daya alam yang biasanya hanya dijadikan santapan, maupun yang dijual langsung ke pasaran, menjadi sumber daya yang memiliki nilai tambah. Misalnya dengan mengolah hasil laut seperti udang menjadi kerupuk. Tak hanya memiliki nilai jual lebih, kerupuk udang juga memiliki daya tahan yang cukup lama untuk disimpan dibandingkan dengan udang basah.  

Ternyata langkah yang dilakukan Qorry bersama dengan warga yang tinggal di sekitar perairan tersebut cukup berhasil. Sedikit demi sedikit perekonomian masyarakat mulai terangkat. Keberhasilan ini membuat Qorry makin semangat untuk berbuat lebih. Ia pun berusaha mencari inovasi lain untuk masyarakat dan juga lingkungan Pangkal Babu.

Hingga akhirnya Qorry mengetahui bahwa kulit kayu bakau dan juga buah pidada(buah dari tanaman mangrove) bisa menghasilkan cairan dengan warna yang alami. Pewarna yang dihasilkan dari mangrove ini kemudian ia gunakan untuk mewarnai atau membatik kain.

batik mangrove pangkal babu dan qorry oktaviani
Qorry mengajak ibu-ibu untuk membatik bersama 

Dari situ Qorry lalu berinisiatif mengajak ibu-ibu setempat untuk ikut membatik bersamanya, hingga akhirnya terbentuklah kelompok batik Pangkal Babu. Kelompok batik yang mengusung konsep ‘Konservasi Mangrove dalam Selembar Batik’ tersebut sekarang dikenal luas sebagai Batik Mangrove. Batik karya mereka pun sudah resmi terdaftar di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Tanjung Jabung Barat.

Banyak hal unik yang melekat pada Batik Mangrove ini. Tak hanya dari segi bahan pewarna alami batiknya yang berasal dari tanaman mangrove, namun juga dari proses pembuatannya yang terbilang masih alami dan tradisional, dengan menggunakan cap kardus dari bahan bekas. Walau masih diproses secara sederhana, namun Qorry dan kelompok batik Pangkal Babu bertekad akan terus berupaya untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas batik mereka. 

Selain itu, nuansa lokal juga terasa sangat kental di setiap goresan motif Batik Mangrove, dengan polesan gambar pemandangan yang banyak ditemui di sekitaran Pangkal Babu, seperti pohon bakau, bunga pidada, dan tanaman khas lainnya.

Mereka menerapkan dua metode dalam pembuatan Batik Mangrove, yaitu dengan metode batik cap dan batik tulis. Untuk batik tulis, proses pembuatannya cukup panjang, dan bisa memakan waktu tiga minggu per lembar. Tak heran jika harga batik tulis ini bisa dua kali lebih tinggi dari harga batik cap yang hanya dibandrol dari kisaran harga 135 ribu hingga 180 ribu rupiah.

Qorry dan kelompok batik Pangkal Babu pun sudah mengenalkan Batik Mangrove ke masyarakat luas, dengan mengikuti berbagai event, baik lokal maupun nasional. Hingga saat ini mereka mampu memproduksi sekitar 35 lembar batik per bulannya, dengan memperkenalkan 17 motif Batik Mangrove.

Keberadaan Batik Mangrove ternyata membawa dampak positif bagi masyarakat Pangkal Babu. Ibu-ibu yang awalnya tidak memiliki penghasilan, kini dapat ikut membantu perekonomian keluarga. Apalagi sejak hutan mangrove menjadi kawasan wisata. Kehadiran Batik Mangrove dapat menjadi identitas daerah Pangkal Babu, dan tentunya juga bisa dijadikan sebagai suvenir yang menarik untuk dibawa pulang oleh para wisatawan. Qorry berharap, Batik Mangrove bisa terus memberikan dampak positif bagi masyarakat Pangkal Babu.

destinasi wisata hutan mangrove pangkal babu jambi
Destinasi wisata Hutan Mangrove Pangkal Babu, Jambi


Penghargaan dan Apresiasi untuk Si Pembatik Mangrove

Aku kenal Qorry lewat media sosial. Salah satu postingannya mampir di berandaku. Tertarik, aku pun mampir ke profilnya, dan menyempatkan diri untuk membaca beberapa postingan yang diunggahnya di sana. Ternyata kepedulian Qorry terhadap kelestarian lingkungan, terutama mangrove tak semudah membalikkan telapak tangan.  Salah satunya seperti kutipan di bawah ini, yang berisikan ungkapan hati Qorry saat berlangsungnya peringatan Hari Gerakan 1000 Pohon Sedunia 2020.

Hutan mangrove merupakan salah satu kawasan hutan yang sangat penting kita jaga dan lestarikan. Karena hutan mangrove Indonesia menyimpan lima kali karbon lebih banyak perhektar dibandingkan hutan tropis daratan tinggi.

Bekerja dan tinggal dekat dengan mangrove, serta ikut merasakan dan melihat bagaimana pentingnya mangrove bagi kehidupan masyarakat di sekitarnya, membuat hati saya tergerak, bahwa kita harus ikut dalam pelestarian hutan mangrove. Di mulai dengan langkah kecil, awali dengan gerak lambat namun tepat, dengan cara tanam satu pohon dan rawat pohon mangrove, dan kita akan liat efeknya di kemudian hari.

Bercerita dengan penggiat mangrove di desa, cemoohan dan ejekan silih berganti diterimanya. Dari membuat sarang monyet lah, ingin mencari keuntungan sendiri lah, demi mencari uang lah. Namun bagi beliau itu bukanlah penghalang untuk menjaga mangrove. Bagi beliau yang selalu berkata "mereka hanya belum paham".

Tak marah, apalagi membenci, itulah sejatinya orang-orang yang peduli.


Sebegitu mendalamnya kata-kata yang diukir Qorry dalam postingan tersebut. Bahwa dalam perjalanannya menjaga kelestarian mangrove, ternyata tak sedikit orang yang memandang sebelah mata dan bahkan pesimis dengan apa yang dilakukan Qorry. Tapi seperti yang dikatakannya, ia dan para penggiat lingkungan lainnya tak ‘kan memedulikan itu, tak marah, apalagi membenci, karena begitulah sejatinya orang-orang yang peduli. Menyala sekali Kakakku!

Kata-kata tersebut sempat membuatku merinding, seakan memecutku agar bisa berbuat lebih untuk lingkungan. Kisah Qorry benar-benar membakar semangat, dan tentunya menjadi inspirasi bagi semua yang telah membaca dan mengetahui sepak terjangnya. Bagaimana perjuangannya dalam menjaga dan melestarikan lingkungan mangrove, menciptakan karya seni indah dalam selembar batik, hingga memberdayakan dan mengangkat perekonomian masyarakat Pangkal Babu.

Sepertinya tak hanya aku, para pecinta lingkungan, masyarakat, serta pemerintah daerah Pangkal Babu saja yang ingin berterima kasih dan menyampaikan penghargaan yang sedalam-dalamnya untuk apa yang telah dilakukan Qorry terhadap lingkungan dan masyarakat. Ada beberapa pihak lain yang juga ingin memberikan apresiasinya. Salah satunya adalah dari Grup Astra, yang menobatkan Qorry sebagai salah satu penerima Apresiasi SATU Indonesia Awards 2023 untuk kategori Kewirausahaan.

Qorry raih Apresiasi SATU Indonesia Awards 2023
Gelaran Apresiasi SATU Indonesia Awards 2023

Sebagai informasi, Apresiasi SATU Indonesia Awards merupakan sebuah ajang penghargaan yang sudah digelar Astra sejak tahun 2010, dengan tujuan mendukung para generasi muda yang telah berkontribusi dalam menciptakan kehidupan berkelanjutan, baik di bidang Kesehatan, Pendidikan, Lingkungan, Kewirausahaan, dan Teknologi, serta satu kategori Kelompok yang mewakili kelima bidang tersebut.

Semangat Qorry dalam menjaga kelestarian tanaman mangrove di Pangkal Babu, Jambi sejalan dengan Semangat Astra Terpadu Untuk Indonesia (SATU Indonesia), untuk dapat berperan aktif dan berkontribusi nyata dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia, melalui karsa, cipta, dan karya terpadu, baik dalam bentuk produk maupun layanan karya anak bangsa, Insan Astra yang unggul, serta kontribusi sosial yang berkelanjutan, dengan tujuan dapat memberikan nilai tambah bagi kemajuan bangsa Indonesia.

Semoga nantinya makin banyak lagi yang mengikuti jejak dan semangat Qorry dalam menjaga kelestarian lingkungan, serta mendorong peningkatan taraf hidup masyarakat. Hal baik apa pun yang kita lakukan, sekecil apapun itu, jika dilakukan sepenuh hati, teguh dan konsisten, serta berkelanjutan, pasti akan membuahkan hasil yang baik pula. Dampaknya tak hanya pada lingkungan dan masyarakat sekitar, namun juga bagi diri kita sendiri.  

 

Referensi:

Sumber data dan gambar: E-Booklet Penerima Apresiasi SATU Indonesia Awards 2023, akun Instagram @qorryoktaviani03, linkedin.com/in/qorry-oktaviani, jambione.com, antaranews.com, dan jambi.jadesta.com. 

  • Share:

You Might Also Like

0 comments