Ombak berkejaran ke tepian
pantai
Gulung menggulung tiada henti
Teriris seiris terbawa pergi
Tinggalkan luka menyayat hati
Apakah
kamu peduli?
Aku
peduli, namun itu perlu bukti
Kusemai
bibit di bibir yang menganga
Kumantrai
hidupnya kembali menggila
Lalu aku jatuh cinta
Pada ranum hijau bibirnya
Pada aromanya yang membuatku gila
Yang buncahkan harapan di dada
Mangrove oh mangrove
Tetaplah perkasa di sana
Biarkan laut membelai indah lembutmu
Karena ini bukan tentang aku dan kamu
Ini tentang hidup di alam semesta
(Catatan Aku untuk Mangrove Lestari, 11
Oktober 2024)
Empat bait puisi itu tiba-tiba saja tercipta di saat aku mau
bercerita tentang mangrove, atau yang lebih dikenal dengan sebutan bakau itu. Lalu
dari sekian banyak topik di muka bumi yang bisa diceritakan, mengapa harus
tentang mangrove? Dengarkan, dengarkanlah wahai kawan ceritaku ini.
Aku adalah anak pantai. Lahir dan besar di pesisir pantai
Kota Padang yang menghadap langsung ke lautan lepas Samudera Hindia. Suara
deburan ombak sudah menjadi musik penghantar tidur bagiku. Hingga akhirnya
suara bising mesin mulai pudarkan suara indahnya. Pantai yang dulu terbilang
luas, kini nampak menciut terkikis air laut, hingga menyisakan sedikit daratan
dari bibir pantai. Deretan bebatuan kali berukuran besar yang sengaja ditumpuk
membelah lautan, nampaknya tak cukup untuk melindungi pantai dari terjangan air
laut.
Pasir pantai yang luas itu, tempat dimana biasanya aku dan
kawan-kawanku bermain dan berlarian semasa kecil dulu telah tiada. Yang tersisa
hanya secuil kenangan yang kadang mengintip dari balik hempasan ombak.
Masyarakat yang tinggal di sekitar pantai pun satu persatu mulai beranjak
pergi, meninggalkan rumah tempat mereka lahir dan dibesarkan. Entah mereka
merantau ke negeri orang, atau mencari tempat tinggal lain yang lebih aman dari
jangkauan abrasi air laut.
Tak ada lagi nelayan yang sibuk menarik sampannya ke
tepian, merapikan jala yang usai digunakan, sambil menghitung hasil tangkapan,
lalu menjualnya kepada para pedagang. Tak ada pula ibu-ibu ramah yang sering bersenda
gurau sambil menjemur ikan di halaman, dengan tumpukan tempurung kelapa di
samping rumahnya. Dan aku merindukan masa-masa itu. Sangat merindukannya.
Itulah salah satu dari sekian banyak alasan mengapa aku memilih topik mangrove, jenis tanaman yang memiliki beragam manfaat, termasuk menjaga pantai dari abrasi air laut. Apalagi negara tempat aku bernaung ini, yang merupakan negara kepulauan, dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia. Dengan begitu, harusnya lingkungan pantai, termasuk ekosistem laut dan kehidupan masyarakat yang tinggal di sekitarnya bisa terus dijaga agar tetap harmonis dan lestari.
Mangrove dan Batik, Perpaduan Alam dan Budaya yang Memesona
Bersyukurnya, aku tak menggalau sendiri. Ternyata banyak
juga orang yang berpikiran sama denganku. Mereka sangat mengkhawatirkan kondisi
lingkungan pantai yang mulai rusak. Mulai dari masalah sampah di pantai dan
laut, berkurangnya terumbu karang, terganggunya kehidupan biota laut, hingga
masalah abrasi air laut dan perekonomian masyarakat yang tinggal di sana.
Qorry Oktaviani, pelestari mangrove dan batik Pangkal Babu |
Salah satu dari masyarakat yang peduli dengan kondisi
lingkungan di pesisir pantai itu adalah Qorry Oktaviani, seorang perempuan lulusan
pedidikan biologi dari Universitas Andalas (Unand) Sumatera Barat.
Ketertarikannya pada lingkungan tak hanya karena latar belakang pendidikannya
yang memang banyak berkecimpung dengan alam, namun juga karena kecintaannya
pada lingkungan.
Qorry memulai perjuangannya sebagai aktivis lingkungan
setelah ia lulus kuliah, tepatnya sejak ia melakukan kuliah lapangan di daerah
Jambi. Ia saat itu ditempatkan di daerah Pangkal Babu, Tanjung Jabung Barat,
Jambi yang merupakan kawasan yang kaya akan mangrove. Di sana lah perempuan
kelahiran Solok, 3 Oktober 1994 tersebut mulai menunjukkan ketertarikannya pada
tanaman mangrove.
Saking berkesannya selama tinggal di daerah tersebut,
Qorry pun mengabadikannya dalam bentuk puisi. Rangkaian puisi-puisinya ini bahkan
dikumpulkan menjadi sebuah buku yang diberi tajuk Melawai Kata di Embung
Pangkal Babu. Berbagai kisah yang tergambar dalam puisi tersebut seakan mengajak
pembacanya untuk ikut bertualang ke Pangkal Babu, sebuah daerah yang terletak
di sebelah timur pantai Sumatera, tempat di mana Qorry memulai petualangan
hidupnya.
Sebagai mahasiswa lulusan biologi, pengetahuan Qorry
mengenai tanaman mangrove tentunya cukup banyak. Ia paham betul bahwa mangrove
tak hanya menjadi tanaman pemanis di daerah perairan atau tanaman yang hanya
dimanfaatkan kayunya sebagai bahan bangunan, seperti yang ia lihat di daerah
Pangkal Babu.
Masih banyak masyarakat di sekitar kawasan tersebut yang
menjadikan mangrove sebagai lahan tambak, perkebunan, dan bahkan menebang
tanaman mangrove untuk dijadikan bahan bangunan. Padahal menurutnya mangrove
itu memiliki banyak potensi yang bisa dimanfaatkan, baik untuk kehidupan
masyarakat sekitar, maupun untuk keberlanjutan lingkungan yang lebih lestari.
Hal inilah yang kemudian menggerakkan Qorry untuk melakukan
pendampingan, serta mendorong masyarakat untuk memanfaatkan sumber daya alam
yang ada, termasuk cara mengelola tanaman mangrove yang lebih berkelanjutan.
Bahwasanya mangrove di Pangkal Babu harus tetap terjaga, karena tanaman ini tak
hanya menjadi habitat bagi biota yang hidup di wilayah perairan tersebut, namun
juga menjadi pelindung untuk menekan laju intrusi air laut ke arah daratan.
Menanam bibit bakau di sepanjang perairan Pangkal Babu |
Qorry pun mengajak masyarakat untuk mengolah sumber daya
alam yang biasanya hanya dijadikan santapan, maupun yang dijual langsung ke
pasaran, menjadi sumber daya yang memiliki nilai tambah. Misalnya dengan
mengolah hasil laut seperti udang menjadi kerupuk. Tak hanya memiliki nilai
jual lebih, kerupuk udang juga memiliki daya tahan yang cukup lama untuk
disimpan dibandingkan dengan udang basah.
Ternyata langkah yang dilakukan Qorry bersama dengan warga
yang tinggal di sekitar perairan tersebut cukup berhasil. Sedikit demi sedikit
perekonomian masyarakat mulai terangkat. Keberhasilan ini membuat Qorry makin
semangat untuk berbuat lebih. Ia pun berusaha mencari inovasi lain untuk
masyarakat dan juga lingkungan Pangkal Babu.
Hingga akhirnya Qorry mengetahui bahwa kulit kayu bakau
dan juga buah pidada(buah dari tanaman mangrove) bisa menghasilkan cairan
dengan warna yang alami. Pewarna yang dihasilkan dari mangrove ini kemudian ia
gunakan untuk mewarnai atau membatik kain.
Qorry mengajak ibu-ibu untuk membatik bersama |
Dari situ Qorry lalu berinisiatif mengajak ibu-ibu
setempat untuk ikut membatik bersamanya, hingga akhirnya terbentuklah kelompok
batik Pangkal Babu. Kelompok batik yang mengusung konsep ‘Konservasi Mangrove
dalam Selembar Batik’ tersebut sekarang dikenal luas sebagai Batik Mangrove.
Batik karya mereka pun sudah resmi terdaftar di Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
Banyak hal unik yang melekat pada Batik Mangrove ini. Tak
hanya dari segi bahan pewarna alami batiknya yang berasal dari tanaman
mangrove, namun juga dari proses pembuatannya yang terbilang masih alami dan tradisional,
dengan menggunakan cap kardus dari bahan bekas. Walau masih diproses secara
sederhana, namun Qorry dan kelompok batik Pangkal Babu bertekad akan terus
berupaya untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas batik mereka.
Selain itu, nuansa lokal juga terasa sangat kental di
setiap goresan motif Batik Mangrove, dengan polesan gambar pemandangan yang
banyak ditemui di sekitaran Pangkal Babu, seperti pohon bakau, bunga pidada,
dan tanaman khas lainnya.
Mereka menerapkan dua metode dalam pembuatan Batik
Mangrove, yaitu dengan metode batik cap dan batik tulis. Untuk batik tulis,
proses pembuatannya cukup panjang, dan bisa memakan waktu tiga minggu per
lembar. Tak heran jika harga batik tulis ini bisa dua kali lebih tinggi dari
harga batik cap yang hanya dibandrol dari kisaran harga 135 ribu hingga 180
ribu rupiah.
Qorry dan kelompok batik Pangkal Babu pun sudah
mengenalkan Batik Mangrove ke masyarakat luas, dengan mengikuti berbagai event,
baik lokal maupun nasional. Hingga saat ini mereka mampu memproduksi sekitar 35
lembar batik per bulannya, dengan memperkenalkan 17 motif Batik Mangrove.
Keberadaan Batik Mangrove ternyata membawa dampak positif
bagi masyarakat Pangkal Babu. Ibu-ibu yang awalnya tidak memiliki penghasilan,
kini dapat ikut membantu perekonomian keluarga. Apalagi sejak hutan mangrove menjadi
kawasan wisata. Kehadiran Batik Mangrove dapat menjadi identitas daerah Pangkal
Babu, dan tentunya juga bisa dijadikan sebagai suvenir yang menarik untuk
dibawa pulang oleh para wisatawan. Qorry berharap, Batik Mangrove bisa terus
memberikan dampak positif bagi masyarakat Pangkal Babu.
Destinasi wisata Hutan Mangrove Pangkal Babu, Jambi |
Penghargaan dan Apresiasi untuk Si Pembatik Mangrove
Aku kenal Qorry lewat media sosial. Salah satu
postingannya mampir di berandaku. Tertarik, aku pun mampir ke profilnya, dan menyempatkan
diri untuk membaca beberapa postingan yang diunggahnya di sana. Ternyata kepedulian
Qorry terhadap kelestarian lingkungan, terutama mangrove tak semudah
membalikkan telapak tangan. Salah
satunya seperti kutipan di bawah ini, yang berisikan ungkapan hati Qorry saat berlangsungnya
peringatan Hari Gerakan 1000 Pohon Sedunia 2020.
Hutan mangrove merupakan
salah satu kawasan hutan yang sangat penting kita jaga dan lestarikan. Karena
hutan mangrove Indonesia menyimpan lima kali karbon lebih banyak perhektar
dibandingkan hutan tropis daratan tinggi.
Bekerja dan tinggal
dekat dengan mangrove, serta ikut merasakan dan melihat bagaimana pentingnya
mangrove bagi kehidupan masyarakat di sekitarnya, membuat hati saya tergerak,
bahwa kita harus ikut dalam pelestarian hutan mangrove. Di mulai dengan langkah
kecil, awali dengan gerak lambat namun tepat, dengan cara tanam satu pohon dan
rawat pohon mangrove, dan kita akan liat efeknya di kemudian hari.
Bercerita dengan
penggiat mangrove di desa, cemoohan dan ejekan silih berganti diterimanya. Dari
membuat sarang monyet lah, ingin mencari keuntungan sendiri lah, demi mencari
uang lah. Namun bagi beliau itu bukanlah penghalang untuk menjaga mangrove. Bagi
beliau yang selalu berkata "mereka hanya belum paham".
Tak marah, apalagi membenci, itulah sejatinya orang-orang
yang peduli.
Sebegitu mendalamnya kata-kata yang diukir Qorry dalam
postingan tersebut. Bahwa dalam perjalanannya menjaga kelestarian mangrove,
ternyata tak sedikit orang yang memandang sebelah mata dan bahkan pesimis
dengan apa yang dilakukan Qorry. Tapi seperti yang dikatakannya, ia dan para
penggiat lingkungan lainnya tak ‘kan memedulikan itu, tak marah, apalagi
membenci, karena begitulah sejatinya orang-orang yang peduli. Menyala
sekali Kakakku!
Kata-kata tersebut sempat membuatku merinding, seakan
memecutku agar bisa berbuat lebih untuk lingkungan. Kisah Qorry benar-benar
membakar semangat, dan tentunya menjadi inspirasi bagi semua yang telah membaca
dan mengetahui sepak terjangnya. Bagaimana perjuangannya dalam menjaga dan
melestarikan lingkungan mangrove, menciptakan karya seni indah dalam selembar
batik, hingga memberdayakan dan mengangkat perekonomian masyarakat Pangkal Babu.
Sepertinya tak hanya aku, para pecinta lingkungan,
masyarakat, serta pemerintah daerah Pangkal Babu saja yang ingin berterima
kasih dan menyampaikan penghargaan yang sedalam-dalamnya untuk apa yang telah
dilakukan Qorry terhadap lingkungan dan masyarakat. Ada beberapa pihak lain yang
juga ingin memberikan apresiasinya. Salah satunya adalah dari Grup Astra, yang
menobatkan Qorry sebagai salah satu penerima Apresiasi SATU Indonesia Awards
2023 untuk kategori Kewirausahaan.
Gelaran Apresiasi SATU Indonesia Awards 2023 |
Sebagai informasi, Apresiasi SATU Indonesia
Awards merupakan sebuah ajang penghargaan yang sudah digelar Astra sejak tahun
2010, dengan tujuan mendukung para generasi muda yang telah berkontribusi dalam
menciptakan kehidupan berkelanjutan, baik di bidang Kesehatan, Pendidikan,
Lingkungan, Kewirausahaan, dan Teknologi, serta satu kategori Kelompok yang
mewakili kelima bidang tersebut.
Semangat Qorry dalam menjaga kelestarian
tanaman mangrove di Pangkal Babu, Jambi sejalan dengan Semangat Astra Terpadu
Untuk Indonesia (SATU Indonesia), untuk dapat berperan aktif dan berkontribusi
nyata dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia, melalui karsa,
cipta, dan karya terpadu, baik dalam bentuk produk maupun layanan karya anak
bangsa, Insan Astra yang unggul, serta kontribusi sosial yang berkelanjutan,
dengan tujuan dapat memberikan nilai tambah bagi kemajuan bangsa Indonesia.
Semoga nantinya makin banyak lagi yang mengikuti jejak dan
semangat Qorry dalam menjaga kelestarian lingkungan, serta mendorong peningkatan
taraf hidup masyarakat. Hal baik apa pun yang kita lakukan, sekecil apapun itu,
jika dilakukan sepenuh hati, teguh dan konsisten, serta berkelanjutan, pasti
akan membuahkan hasil yang baik pula. Dampaknya tak hanya pada lingkungan dan
masyarakat sekitar, namun juga bagi diri kita sendiri.
Referensi:
Sumber data dan gambar: E-Booklet Penerima Apresiasi SATU
Indonesia Awards 2023, akun Instagram @qorryoktaviani03,
linkedin.com/in/qorry-oktaviani, jambione.com, antaranews.com, dan
jambi.jadesta.com.
0 comments